Keputusan pemerintah yang menaikkan harga BBM
pada tanggal 21 Juni 2013 yang lalu membuat masyarakat semakin meresah atas keputusan
tersebut, unjuk rasa dan protes dari berbagai kalangan masyarakat terus
bergulir di berbagai wilayah di Tanah Air. Berbagai unjuk rasa dan protes ini
banyak dilakukan oleh kalangan menengah bawah dan masyarakat tidak mampu,
buruh, nelayan, pedagang hingga mahasiswa. Mereka menuturkan bahwa pihak yang
paling menderita dengan kenaikan harga BBM ini adalah rakyat kecil karena kemampuan
memenuhi kebutuhan hidup akan semakin sulit.
1. Ketahanan
Energi Nasional
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa,
menegaskan bahwa kebijakan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi oleh pemerintah, bertujuan bukan hanya soal ketahanan fiskal, namun
juga untuk ketahanan energi nasional.
Hal itu diungkapkan Hatta saat menjadi pembicara dalam pertemuan puncak Forum
Pemred se-Indonesia di Nusa Dua, Bali, Kamis 13 Juni 2013. Saat ini, kata
Hatta, cadangan energi dalam negeri begitu mengkhawatirkan. Jika sudah begitu,
secara otomatis ketahanan energi Indonesia sangat rendah.
Meski ekonomi Indonesia tak langsung kolaps jika subsidi BBM tak dicabut, Hatta
menyebut hal itu tetap saja masalah besar, utamanya dalam hal ketahanan energi.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral, Jero Wacik, yang juga menjadi pembicara menambahkan bahwa energi baru
terbarukan akan menjadi prioritas dalam kebijakan energi Indonesia 2025, selain
pengembangan gas dan batu bara sebagai sumber energi. .
Menurut Wacik, salah satu potensi energi baru terbarukan adalah geothermal. Ia
mengaku, Indonesia saat ini memiliki potensi geothermal 40 persen dari seluruh
total potensi geothermal dunia. (art)
2. Kebijakan BBM
Kebijakan energi (dalam hal ini BBM) yang tidak
tepat, baik untuk negara pengimpor maupun pengeskpor dapat menimbukan ancaman
serius terhadap ketahanan energi negara tersebut. Kebijakan BBM dapat bersifat
jangka pendek atau jangka panjang. Kebijakan jangka pendek biasanya muncul dari
pemikiran pragmatis dan sporadik menghadapi ancaman non fisik maupun ancaman
fisik terhadap ketahanan energi atau alasan-alasan lain, termasuk agenda
tersembunyi partai penguasa. Kebijakan BBM jangka pendek yang dilontarkan
pemerintah dalam bentuk 3 opsi baru-baru ini ternyata dalam beberapa hal
kontradiktif dan kalau dicermati Indonesia sebenarnya juga belum berada pada
tingkat krisis BBM yang akut. Ketika pemerintah mengajukan kebijakan jangka
pendek dalam bentuk opsi pertama beberapa bulan yang lalu yaitu pencabutan
subsidi BBM, alasan-alasan klasik yang diajukan oleh pemerintah antara lain :
pengalihan pemakaian premium ke pertamax mendukung program langit biru karena
pertamax lebih ramah lingkungan dari pada premium (pengurangan emisi dan efek
rumah kaca), peningkatan diversifikasi energi dan pengurangan penggunaan BBM
melalui konversi BBM ke Gas (CNG dan LGV) dan meningkatkan ketahanan energi.
Namun ketika opsi kedua diajukan alasan utama pemerintah adalah untuk
menyehatkan postur RAPBN 2013. RAPBN kita disusun atas dasar harga minyak
mentah (crude oil) dan dalam RAPBN 2013 patokan ICP (Indonesia Crude
Price) yang dipakai adalah US$ 90/barel sementara realisasinya adalah US$115,91/barel
pada bulan januari 2013 dan sekarang sudah mencapai US$121.75/barel.
Peningkatan ini memerlukan alokasi tambahan anggaran sebesar Rp.60,4 triliun
dan tambahan ini hanya dapat diperoleh dengan menaikkan harga BBM, alasan lain
adalah pertumbuhan kendaran bermotor (mobil dan sepeda motor). Hasil kalkulasi
pemerintah penjualan mobil di Indonesia meningkat tajam pada tahun 2011. Pada
tahun itu telah terjual 800 ribu unit motor dan 900 ribu unit mobil baru yang
mengakibatkan konsumsi BBM bersubsidi membengkak mencapai angka 41,8 juta KL
pada tahun 2011, sementara kuotanya hanya 40 juta KL. Yang perlu digaris bawahi
dalam hal opsi kedua ini pemerintah sama sekali tidak menyinggung soal program
langit biru dan diversifikasi energi sebagai alasan menaikkan harga BBM. Hal
lain yang perlu dicatat adalah bahwa menurut studi yang dilakukan oleh
Universitas Indonesia bahwa, dari aspek sosial ekonomi dan fiskal, kenaikan
harga bensin dan solar sebesar Rp 2.000 per liter dapat meningkatkan
inflasi 2,15 persen, naiknya angka kemiskinan 0,98 persen, penurunan kemampuan
atau daya beli masyarakat sebesar 2,10 persen, dan hanya menghasilkan
penghematan subsidi BBM nasional Rp 31,58 triliun. Sedangkan dengan opsi ketiga
yaitu pemberian subsidi tetap Rp 2.000 per liter dapat menambah inflasi
2,43 persen, meningkatnya kemiskinan sebesar 1,15 persen, berkurangnya daya
beli masyarakat sebanyak 2,37 persen, dan penghematan pengeluaran dari subsidi
BBM sekitar Rp 25,77 triliun. Dari pengalaman tahun 2005 dan 2008, opsi kedua
ini, yaitu penaikan harga BBM nampaknya lebih bersifat untuk menyelamatkan APBN
dari defisit ketimbang alasan-alasan lain meskipun rakyat yang menjadi tumbal
untuk membayar defisit tersebut.
Disamping kebijakan jangka pendek yang banyak
bersifat politis dengan usulan kompensasinya, pemerintah juga meluncurkan
kebijakan BBM jangka panjang yang terintegrasi dalam Kebijakan Energi Nasional.
Kebijakan jangka panjang ini mencakup konservasi BBM, konversi BBM ke gas (CNG
dan LGV), penguatan sektor energi baru dan terbarukan (EBT) dan sebagainya.
Dari Arah Kebijakan Energi Nasional tersebut terlihat juga bahwa mulai
tahun 2010 sampai tahun 2025 peran BBM sebagai sumber energi utama di Indonesia
digeser secara perlahan-lahan oleh batu bara dan gas bumi. Porsi EBT juga
semakin ditingkatkan dan mencapai sekitar 25 % dari bauran energi nasional.
Dari dua macam kebijakan energi yang
direkomendasikan pemerintah, keduanya berpotensi memperkuat atau
memperlemah ketahanan energi. Pelemahan ketahanan energi biasanya muncul karena
berbagai bentuk ancaman seperti ancaman non fisik dan fisik.
1. Ancaman
non-fisik
Seperti harga minyak mentah yang berfluktuatif
diluar perkiraan, pemborosan atau inefisensi energi (BBM), management BBM yang
kacau (mismanagement) dan perdagangan gelap (black market) BBM. Karena posisi
kita sebagai net importer maka kita tidak dapat lagi ikut menentukan harga
minyak sehingga negara kita dapat menjadi korban fluktuatifnya harga
minyak. Managemen BBM yang buruk termasuk distribusinya berpotensi memicu
tumbuhnya perdangan gelap, penimbunan dan sebagainya yang mengganggu ketahanan
energi. Untuk Indonesia produk pertamax dari Pertamina akan bersaing ketat
dengan pertamax yang dikelola oleh SPBU-SPBU asing, kecurangan-kecurangan di
SPBU seperti pemilik kendaran pribadi menyuap petugas SPBU untuk bisa
memperoleh premium, menjamurnya black market atau pedagang-pedagang premium
eceran di jalanan yang mengakibatkan pemilik kendaraan pribadi membeli premium
di black market atau pedagang eceran.
2. Ancaman fisik
Seperti sabotase terhadap infra struktur BBM
dan sumber-sumber energi lain non BBM, jumlah kendaraan bermotor (alat
transportasi) yang meningkat tajam, tidak ditemukan lagi sumur-sumur minyak
baru, jumlah kilang-kilang BBM yang semakin menua dan produksinya tidak
mencukupi kebutuhan BBM yang terus meningkat, stok bahan BBM yang semakin terbatas.
Sumber:
www.viva.co.id
Link: