NETTI NATARIDA MARPAUNG

WELLCOME TO MY BLOG..

I'M A DREAMER, AND I WANNA MAKE MY DREAMS COME TRUE.

Jumat, 14 Maret 2014

SUKA DUKA SEMESTER LIMA



Ujian utama yang terakhir untuk semester lima selesai...

Semester yang penuh perjuangan, cobaan, rintangan dan juga penuh berkat. Terimakasih Tuhan atas segala anugerah yang terindah yang Kau beri, terimakasih buat kesehatan yang boleh ku miliki, terimakasih buat kesempatan yang tetap Engkau sertai.

Masih jelas terekam di benakku, bagaimana masa-masa sulit saat hamil tua melangkah ke kampus dengan tekad yang kuat untuk menimba ilmu. Masih segar dalam ingatanku saat mengalami kontraksi yang pertama kali, tanda-tanda mau melahirkan eh aku masih duduk di bangku kelas sambil sesekali menggigit bibir menahan rasa sakit akibat kontraksi.

"Net...lu kenapa?" tanya Kimi teman yang duduk di bangku sebelahku.
"Gak tau Ki, perut gue sakit banget."
"Aduh..jangan-jangan lu mau ngelahirin Net..aduh Net..jangan ngelahirin di kelas, Kimi takut Net.." ringis temanku..hihi..
"Ah belom kali Ki, tapi gak tau juga ya, mungkin juga ini tanda-tanda."
"Lu pulang duluan deh Net..."
"Gak papa koq, gue masih tahan koq sampai kuliah kelar." kataku sambil megangin perut yang rasanya mules teratur.

Dengan terburu-buru si suami tercintaku sudah datang menjemput.
"Apa ku bilang, gak usah masuk dulu, eh malah ngeyel, gini kan akibatnya, untung aja lu gak ngelahirin di kampus." cerocos suamiku..hihi..
"Udah..udah...aku gak papa koq, cuma mules doang, ntar langsung aja dulu ke bidan buat check up." sahut ku.

Namun harus menunggu esok harinya lagi baru sijagoan ku muncul ke dunia, itupun berkat bantuan tim dokter yang sukses melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan jagoanku.

Tiga minggu pasca operasi caesar, kondisi kesehatanku sangat-sangat baik, begitu juga dengan sijagoanku. Aku memutuskan untuk masuk kuliah saja, dengan tekad tetap memberikan asi eksklusif pada jagoanku. Namun tak segampang itu, aku juga harus mengusap dada karena banyak pihak yang tak setuju dengan niatku untuk melanjutkan kuliah, "sudahlah urus anak saja di rumah, perempuan jatuh-jatuhnya ke dapur koq, jadi buat apa sekolah tinggi-tinggi." komentar mereka.

Dan di tengah-tengah pihak yang tak mendukung, selalu saja ada orang yang mendukung dengan tulus hati. Ialah keluarga namboru kami, amang boru, kaka Friska, kaka Tina yang dengan senang hati menjaga jagoanku saat aku sedang kuliah. Suamiku yang selalu mendukung dan juga jagoanku pemberi semangat yang tidak pernah rewel dan selalu pengertian seolah jagoanku tahu kalau mamanya pergi bukan untuk hura-hura.

Selesai sudah semester yang penuh dengan cerita, dan aku sangat bersyukur pada Tuhan sebab aku selalu disertai-Nya, dikuatkan, sehingga aku mampu menyelesaikan studiku di masa-masa kelahiran jagoanku tanpa harus cuti. Terimakasih juga buat teman-temanku yang baik, Mak, Nui, Pipit, Kimi, Wanto, Neng, Marta,..you are my bestfriend guys..juga buat teman sekelas ku semua. Thank you all.


Jakarta, 153214

Netti


TEORI-TEORI YANG BERHUBUNGAN DENGAN METODE ILMIAH



Metode ilmiah merupakan suatu pengajaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan sama. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.

Tujuan metode ilmiah itu sendiri adalah:
1. Mendapatkan pengetahuan ilmiah (yang rasional, yang teruji) sehingga merupakan  pengetahuan yang    dapat diandalkan.

2. Merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis.

3. Untuk mencari ilmu pengetahuan yang dimulai dari penentuan masalah, pengumpulan data yang relevan, analisis data dan interpretasi temuan, diakhiri dengan penarikan kesimpulan.

Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan tiga langkah berikut:
- Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran)
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan pengamatan; pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan/atau perhitungan yang cermat.
Proses pengukuran dapat dilakukan dalam suatu tempat yang terkontrol, seperti laboratorium. Proses pengukuran sering memerlukan peralatan ilmiah khusus seperti termometer, spektroskop, atau voltmeter, dan kemajuan suatu bidang ilmu biasanya berkaitan erat dengan penemuan peralatan semacam itu. Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam tabel, digambarkan dalam bentuk grafik, atau dipetakan, dan diproses dengan perhitungan statistika seperti korelasi dan regresi.

- Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil pengamatan dan pengukuran)
Hipotesis yang berguna akan memungkinkan prediksi berdasarkan deduksi. Prediksi tersebut mungkin meramalkan hasil suatu eksperimen dalam laboratorium atau pengamatan suatu fenomena di alam. Prediksi tersebut dapat pula bersifat statistik dan hanya berupa probabilitas. Hasil yang diramalkan oleh prediksi tersebut haruslah belum diketahui kebenarannya
Jika hasil yang diramalkan sudah diketahui, hal itu disebut konsekuensi dan seharusnya sudah diperhitungkan saat membuat hipotesis. Jika prediksi tersebut tidak dapat diamati, hipotesis yang mendasari prediksi tersebut belumlah berguna bagi metode bersangkutan dan harus menunggu metode yang mungkin akan datang. Sebagai contoh, teknologi atau teori baru boleh jadi memungkinkan eksperimen untuk dapat dilakukan.

- Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)
Setelah prediksi dibuat, hasilnya dapat diuji dengan eksperimen. Jika hasil eksperimen bertentangan dengan prediksi, maka hipotesis yang sedak diuji tidaklah benar atau tidak lengkap dan membutuhkan perbaikan atau bahkan perlu ditinggalkan. Jika hasil eksperimen sesuai dengan prediksi, maka hipotesis tersebut boleh jadi benar namun masih mungkin salah dan perlu diuji lebih lanjut.
Eksperimen tersebut dapat berupa eksperimen klasik di dalam laboratorium atau ekskavasi arkeologis.Pencatatan juga akan membantu dalam reproduksi eksperimen.

Metode Ilmiah memiliki ciri-ciri keilmuan, yaitu :
1.      Rasional: sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia
2.      Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati dengan menggunakan panca indera
3.      Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah logis.

Syarat-syarat Metode Ilmiah, diantaranya :
1.      Obyektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan objeknya atau didukung metodik fakta empiris.
2.      Metodik, artinya pengetahuan ilmiah diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu yang teratur dan terkontrol.
3.      Sistematik, artinya pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan.
4.      Universal, artinya pengetahuan tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh seseorang atau beberapa orang saja tetapi semua orang melalui eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama.

Sifat Metode Ilmiah :
1.      Efisien dalam penggunaan sumber daya (tenaga, biaya, waktu).
2.      Terbuka (dapat dipakai oleh siapa saja).
3.      Teruji (prosedurnya logis dalam memperoleh keputusan).

Pola pikir dalam metode ilmiah :
1.      Induktif:  Pengambilan kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup terbatas dalam menyusun argumentasi dan terkait dengan empirisme.
2.      Deduktif: Pengambilan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir silogismus dan terkait dengan rasionalisme.

Struktur metode ilmiah memiliki beberapa langkah sebagai berikut:

1. Perumusan masalah
Perumusan masalah merupakan langkah untuk mengetahui masalah yang akan dipecahkan sehingga masalah tersebut menjadi jelas batasan, kedudukan, dan alternatif cara untuk memecahkannya. Perumusan masalah juga berarti pertanyaan mengenai suatu objek secara tertulis, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan objek tersbut. 

2. Penyusunan Kerangka Berpikir/ Dasar Teori
Penyusunan Kerangka berpikir merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan antara berbagai faktor yang berkaitan dengan objek dan dapat menjawab permasalahan.
Keterangan keterangan dalam menyusun suatu dasar teori dapat diperoleh dari buku-buku laporan hasil penelitian orang lain. Wawancara dengan pakar, atau melalui pengamatan langsung (observasi) di lapangan. Dasar teori berguna sebagai dasar menarik hipotesis.

3. Penarikan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atau dugaan terhadap permasalahan atau pertanyaan yang diajukan berdasarkan kesimpulan kerangka berpikir/dasar teori. Dikatakan sebagai jawaban sementara karena hipotesis ini baru mengandung kebenarannya yang bersifat logis dan teoritis. Kebenarannya belum bersifat empiris, karena belum terbukti melalui eksperimen.

4. Eksperimen/Percobaan
Untuk menguji hipotesis dapat dilakukan dengan melakukan observasi dan percobaan atau eksperimen. Dari eksperimen atau percobaan tersebut akan diperoleh data. Data inilah yang akan dianalisa untuk memudahkan penarikan kesimpulan.
Dalam melakukan eksperimen diperlukan beberapa variabel penelitian. Variabel penelitian adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam suatu eksperimen. Variabel penelitian tersebut ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari. Dengan adanya variabel penelitian akan diperoleh informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam eksperimen sehingga lebih mudah untuk menarik kesimpulan. 

Jenis-jenis penelitian sebagai berikut:
- Variabel Bebas adalah variabel yang sengaja dibuat tidak sama dalam eksperimen.
- Variabel Terikat adalah variabel yang muncul akibat perlakuan dari variabel bebas.
- Variabel Kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.

Analisis Data
Data diperoleh dari hasil eksperimen. Data hasil eksperimen dapat dibedakan menjadi 2 jenis sebagai berikut:
- Data kualitatif yaitu data yang tidak disajikan dalam bentuk angka tetapi dalam bentuk deskripsi. Contoh data ciri morfologi.
- Data kuantitatif yaitu data yang disajikan dalam bentuk angka. Contoh data hasil pengukuran tinggi batang suatu tanaman. Data kuantitatif harus diolah dalam bentuk tabel, grafik, atau diagram sehingga mudah dipahami orang lain

Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan harus mengacu pada hasil eksperimen. Kesimpulan dari suatu penelitian harus diambil berdasarkan semua data yang diperoleh. Penarikan kesimpulan bukan berdasarkan hasil rekayasa atau keinginan peneliti. Bukan pula untuk menuruti kemauan pihak tertentu dengan cara memanipulasi data. Kesimpulan harus memiliki hubungan yang jelas dengan permasalahannya dan hipotesis.
Ada 2 kemungkinan yang ada dalam pengambilan kesimpulan, yaitu hipotesis diterima dan hipotesis ditolak

Teori Kebenaran Ilmiah
1.      Teori koherensi : pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu bersifata koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya : setiap manusia akan mati, maka kesimpulan pasti akan mati.
2.      Teori korespondensi : pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Ibu kota Indonesia adalah Jakarta, dan memang faktanya ibukota Indonesia adalah Jakarta.
3.      Teori pragmatis, ialah kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah pernyataan itu bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau memiliki kegunaan dalam kehidupan manusia.

Teori dan hukum
Ilmuwan lain mungkin tidak hanya mengulangi percobaan tetapi mungkin melakukan percobaan tambahan untuk menantang temuan. Jika hipotesis diuji dan dikonfirmasi cukup sering, komunitas ilmiah menyebut hipotesis tersebut teori. Kemudian berbagai eksperimen tambahan menguji teori menggunakan metode eksperimental yang ketat. Tantangan berulang terhadap teori disajikan. Jika hasil terus mendukung teori, teori memperoleh status ilmiah hukum. Sebuah hukum ilmiah adalah fakta seragam atau konstan di alam. Sebuah contoh dari hukum biologi adalah bahwa semua makhluk hidup terdiri dari sel.

Sebuah kritik sering diajukan dalam metode ilmiah hal ini disebabkan karena ia tidak dapat menampung apa saja yang belum terbukti. Argumen kemudian menunjukkan bahwa banyak hal yang dianggap mustahil di masa lalu kini menjadi realitas sehari-hari. Kritik ini didasarkan pada salah tafsir dari metode ilmiah. Ketika hipotesis melewati tes itu diadopsi sebagai teori benar menjelaskan berbagai fenomena dapat setiap saat dipalsukan oleh bukti eksperimental baru. Ketika menjelajahi satu set baru atau fenomena ilmuwan menggunakan teori-teori yang ada namun, karena ini merupakan daerah baru penyelidikan, selalu diingat bahwa teori lama mungkin gagal untuk menjelaskan percobaan baru dan pengamatan. Dalam hal ini hipotesis baru yang dirancang dan diuji sampai teori baru muncul.

Setelah menganalisa data, ilmuwan menarik kesimpulan. Sebuah kesimpulan yang valid harus didasarkan pada fakta-fakta yang diamati dalam percobaan. Jika data dari percobaan diulang mendukung hipotesis, ilmuwan akan mempublikasikan hipotesis dan eksperimental data untuk ilmuwan lain untuk meninjau dan membahas.

SIMPULAN: Metode Ilmiah sebagai wahana peneguh Ilmu Pengetahuan, dengan cara:
-Mengadakan deskripsi, menggambarkan secara jelas dan cermat hal-hal yang dipersoalkan.
-Menerangkan/Eksplanasi, menerangkan kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa peristiwa/gejala.
-Menyusun Teori, mencari dan merumuskan hukum-hukum mengenai hubungan antara kondisi yang satu dengan yang lain atau hubungan peristiwa yang satu dengan yang lain.
-Membuat Prediksi/Peramalan, membuat ramalan, estimasi dan proyeksi mengenai peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi atau gejala-gejala yang akan muncul.
-Melakukan Pengendalian, melakukan tindakan guna mengendalikan peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala.



Daftar pustaka:

Agustinus. 2013. “Metode Ilmiah”. Dalam http://agusthinuz.blogspot.com/2013/03/metode-ilmiah.html

Prabowo, Mulyono. 2013. “Metode Ilmiah”. Dalam http://mulyonoprabowo.wordpress.com/2013/06/06/metode-ilmiah/

Sridianti. 2014. “Tahap Langkah Metode Ilmiah”.  Dalam http://www.sridianti.com/tahap-langkah-metode-ilmiah.html





Rabu, 12 Maret 2014

TEORI-TEORI YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENALARAN


A. PENALARAN DALAM TEORI AKUNTANSI

Penalaran marupakan proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion).
Penalaran melibatkan proses penurunan konsekuensi logis dan proses penarikan simpulan / konklusi dari serangkaian pernyataan atau asersi.

Unsur dan Strukur Penalaran
Struktur dan proses penalaran didasari atas tiga konsep penting, yaitu :
1.     Asersi, suatu pernyataan ( biasanya positif ) yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya teori ) adalah benar. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam penalaran yaitu sebagai elemen pembentuk argumen dan sebagai keyakinan yang dihasilkan oleh penalaran ( berupa kesimpulan).
2.     Keyakinan, merupakan tingkat kebersediaan untuk menerima suatu pernyataan atau teori ( penjelasan ) mengenai suatu fenomena atau gejala ( alam atau sosial ) adalah benar.
3.     Argumen, merupakan serangkaian asersi beserta keterkaitan ( artikulasi ) daan inferensi atau penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Dalam hal ini argumen merupakan unsur yang paling penting karena digunakan untuk membentuk, memelihara, atau mengubah suatu keyakinan.

Jenis Asersi
Asersi dapat diklasifikasi menjadi :
1.     Asumsi, merupakan asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan.
2.     Hipotesis, merupakan asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya. Agar disebut sebagai suatu hipotesis maka suatu asersi juga harus mengandung kemungkinan salah, karena jika asersi adalah benar maka asersi akan menjadi pernyataan fakta.
3.     Pernyataan fakta, merupaakan asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat atau bahkan tidak dibantah.

Jenis Argumen
Argumen dapat diklasifikasi sebagai berikut :
1.    Argumen Deduktif, atau argumen logis merupakan argumen yang asersi konklusinya tersirat atau dapat diturunkan dari asersi – asersi lain yang diajukan.
2.    Argumen Induktif, argumen ini lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya. Akan tetapi dalam argumen ini konklusi tidak selalu benar walaupun kedua premis benar.
Bukti adalah sesuatu yang memberi dasar rasional dalam pertimbangan (judgement) untuk menetapkan kebenaran suatu pernyataan (to establish the truth). Dalam hal teori akuntansi, pertimbangan diperlukan untuk menetapkan relevansi atau keefektifan suatu perlakuan akuntansi untuk mencapai tujuan akuntansi.
Keyakinan yang diperoleh seseorang karena kekuatan atau kelemahan argument adalah terpisah dengan masalah apakah pernyataan yang diyakini itu benar (true) atau salah (false). Dapat saja seseorang memegang kuat keyakinan terhadap sesuatu yang salah atau sebaliknya, menolak suatu pernyataan yang benar (valid).

Properitas Keyakinan
Pemahaman terhadap beberapa prosperitas (sifat) keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargument. Berikut ini prosperitas keyakinan yang perlu disadari dalam berargumen : keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat, berbias, bermuatan nilai, berkekuatan, veridikal ( tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas ), dan berketempaan ( kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan ).

Kecohan (Fallacy )
Kecohan merupakan kesalahan dalam menerima suatu asersi yang ada kenyataannya asersi tersebut membujuk dan dianut banyak orang padahal seharusnya tidak.

Salah Nalar
Kesalahan nalar dapat terjadi jika penyimpulan tidak di dasarkan pada kaidah – kaidah penalaran yang valid. Walaupun salah nalar dapat dipakai sebagai suatu strategem ( pendekatan atau cara – cara untuk mempengaruhi keyakinan orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal ), tidak selayaknya jika kaidah penalaran yang sangat baik ditolak semata – mata karena argumen sering di salah gunakan.


B.  PENALARAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MI

Untuk memahami pengertian penalaran dalam pembelajaran matematika, ada baiknya anda simak beberapa contoh berikut ini:

1·         Jika Andi lebih tinggi dari Bani dan Bani lebih tinggi dari Chandra, maka Andi akan lebih tinggi dari Chandra.
1·         Jika Johan berumur 10 tahun dan Amir berumur dua tahun lebih tua, maka Amir berumur 12 tahun.
1·         Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 600 dan 1000 maka sudut yang ketiga adalah 1800 – (1000 + 600) = 200. Hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800.
1·         Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236 maka dapat dilakukan dengan cara mengambil (meminjam) 2 nilai dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan demikian 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234 yang bernilai 2234. Jadi, 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234.

Dari contoh-contoh yang telah diuraikan di atas, kita dapat menyimak bahwa suatu kesimpulan dapat ditentukan setelah terjadi proses analisis terhadap fakta-fakta yang ada yang telah diketahui. Proses pengambilan kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada tersebut dikenal dengan istilah penalaran.


1. Penalaran Induktif dan Deduktif 

Penalaran dalam matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Menurut kaidah bahasa Indonesia, penalaran deduktif berarti penalaran yang bersifat deduksi, yaitu penalaran atas dasar hal-hal yang bersifat umum kemudian diturunkan ke hal-hal yang khusus. Sedangkan penalaran induktif, secara bahasa berarti penalaran yang bersifat induksi, yaitu penalaran atas dasar dari hal-hal yang bersifat khusus, kemudian disimpulkan menjadi yang bersifat umum.

Pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Penerapan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa.

Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kita mulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati. Buatlah daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), kemudian perkirakan hasil baru yang diharapkan. Kemudian hasil ini kita buktikan secara deduktif. Misalkan untuk menunjukkan 3 x     (-1) = -3, dapat ditunjukkan secara induktif melalui pengertian pola perkalian. Telah kita ketahui bahwa pengertian perkalian diartikan sebagai penjumlahan berulang seperti 2 x 3 = 3 + 3 = 6, 2 x 4 = 4 + 4 = 8, dan seterusnya. Sekarang perhatikan pola perkalian berikut
3 ´ 3 = 9,
3 ´ 2 = 6, 6 diperoleh dari 9 – 3
3 ´ 1 = 3, 3 diperoleh dari 6 – 3
3 ´ 0 = 0, 0 diperoleh dari 3 – 3
3 ´ (-1) = ….

Dari pola tersebut, dapat ditunjukkan bahwa 3 ´ (-1) = -3. Namun demikian, dalam matematika bukti dengan cara seperti ini belum sah (walaupun cara ini bisa dibenarkan untuk pengajaran matematika tingkat elementer atau sekolah dasar). Secara deduktif, hal tersebut dibuktikan dengan menggunakan sifat distributif atau penyebaran dalam operasi penjumlahan sebagai berikut:
3 ´ 0 = 0 + 0 + 0 = 0, tuliskan 0 sebagai 1 + (– 1),
sehingga 3 ´ [1 + (– 1)] = 3 ´ 1 + 3 ´ (-1) = 3 + 3 ´ (-1) = 0
Jadi, 3 ´ (-1) = 0 – 3 = -3.

Apabila kita kaji lanjut, matematika merupakan serangkaian sistem simbolis yang abstrak dan saling berhubungan. Di sini kita menghadapi sesuatu atau objek yang abstrak (dan disimbolkan) dan sistem simbolis (prinsip-prinsip operasi dan hukum-hukum). Terdapat 4 jenis objek (gagasan-gagasan) pada matematika, yaitu :

Fakta, dipelajari secara roting atau hafalan, misal ‘tiga’ dikaitkan dengan simbol ‘3’, 2+3=5, 7 x 8 = 56 (fakta yang dapat dideduksi dari penjumlahan berulang). Tetapi, 2+3=5, dapat pula dideduksi dari teori himpunan gabungan dangan diagram Venn.

Konsep, dipelajari dengan membutuhkan pemahaman tertentu, misalnya segitiga memerlukan pengertian banyak sisi, hubungan antar sisi, dan sebagainya. Hampir tiap konsep dibangun dari konsep-konsep sebelumnya, kecuali yang konsep primitif atau paling seperti himpunan dan elemen. Dalam matematika konsep ‘himpunan’ merupakan istilah yang tidak terdefinisi.

Operasi, berfungsi untuk melakukan hubungan yang mempunyai arti dari objek matematika yang satu ke objek yang lain, misalnya pemasangan anggota dua himpunan, menghitung, mengukur panjang, menambah, mengali, dan sebagainya.

Prinsip, pernyataan yang mengkaitkan antara dua atau lebih objek matematika (fakta, konsep, operasi, ataupun antar prinsip), misalnya teorema, aksioma, dan lema.
Sedangkan kebenaran dalam matematika didasarkan atas sistem aksioma yang terdiri atas empat bagian penting, yaitu: istilah tak terdefinisi, istilah terdefinisi, aksioma, dan teorema.

Walaupun matematika menggunakan penalaran induktif, proses kreatif yang terjadi kadang-kadang menggunakan penalaran induktif, intuisi, bahkan dengan coba-coba (trial and error). Namun pada akhirnya penemuan dari proses kreatif tersebut harus diorganisasikan dengan pembuktian secara deduktif. Teorema-teorema yang diperoleh secara deduktif itu kemudian dipergunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah termasuk masalah-masalah dalam kehidupan nyata.

2.  Kelebihan dan Kelemahan Penalaran Induktif dan Deduktif

Penarikan kesimpulan pada induksi yang bersifat umum akan menjadi sangat penting, karena ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru yang bersifat umum. Hal inilah yang menjadi suatu kelebihan dari penalaran induktif dibandingkan dengan penalaran deduktif. Untuk memperjelas pernyataan di atas, perhatikan dari beberapa kasus khusus seperti: 5 + 3 = 3 + 5; 6 + (-2) = (-2) + 6; serta beberapa kasus lainnya akan didapat suatu sifat umum pada penjumlahan yaitu a + b = b + a, yang kemudian kita kenal dengan sifat komutatif pada penjumlahan. Pernyataan seperti itu lalu dianggap bernilai benar dan dikenal dengan aksioma atau postulat. Dari aksioma atau postulat ini dapat dikembangkan bangunan matematika. Secara umum dapat kita simpulkan bahwa:
1.      Pada awalnya proses matematisasi yang dilakukan dan dihasilkan para matematikawan adalah proses induksi atau penalaran induktif. Dimulai dari kasus-kasus khusus yang kemudian digeneralisasikan sehingga menjadi pernyataan umum (general).
2.      Proses berikutnya adalah proses formalisasi pengetahuan matamatika dengan terlebih dahulu menetapkan sifat pangkal (aksioma) dan pengertian pangkal, yang akan menjadi pondasi pengetahuan matematika berikutnya yang harus dibuktikan secara deduktif.
Penalaran induktif sering digunakan para ilmuwan (scientist). Kebanyakan teori-teori dalam bidang sains ditemukan berawal dari proses penalaran induktif. Namun hasil yang didapat dari proses induksi kadang-kadang masih berpeluang untuk menjadi salah. Dulu sebelum lahirnya teori Copernicus tentang matahari sebagai pusat tata surya, orang telah percaya pada teori sebelumya bahwa bumilah yang merupakan pusat dari jagat raya itu. Teori yang menyatakan bahwa bumi merupakan pusat tata surya telah salah adanya, dan digantikan dengan teori baru bahwa mataharilah yang merupakan pusat tata surya.
Hal tersebut menjadi salah satu kelemahan dari penalaran induktif dibandingkan dengan penalaran deduktif. Suatu teori yang bernilai benar pada suatu saat, dapat saja bernilai salah pada tahun-tahun berikutnya jika telah ditemukan suatu contoh sangkalan (counter example). Oleh karena itu di dalam matematika, kesimpulan yang diperoleh dari proses penalaran induktif masih disebut dengan dugaan (conjekuture). Dugaan tersebut lalu akan dikukuhkan menjadi suatu teorema jika sudah dapat dibuktikan kebenarannya dengan penalaran deduktif. 
Dengan demikian sebenarnya antara penalaran induktif dengan penalaran deduktif saling melengkapi satu sama lain.

3.  Implikasi Penalaran dalam Pembelajaran Matematika MI

Sejalan dengan teori pembelajaran terbaru seperti konstruktivisme dan munculnya pendekatan baru seperti RME (Realistic Mathematics Education), PBL (Problem Based Learning), serta CTL (Contextual Teaching & Learning), maka proses pembelajaran di kelas sudah seharusnya dimulai dari masalah nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan para siswa, dilanjutkan dengan kegiatan bereksplorasi, lalu para siswa akan belajar matematika secara informal, dan diakhiri dengan belajar matematika secara formal. Dengan cara seperti itu, para siswa kita tidak hanya dicekoki dengan teori-teori dan rumus-rumus matematika yang sudah jadi, akan tetapi para siswa dilatih dan dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses pembelajaran di kelas sedang berlangsung. Jika pada masa-masa lalu, ‘masalah’ diberikan setelah teorinya didapatkan para siswa, maka pada masa sekarang, ‘masalah’ tersebut diberikan sebelum teorinya didapatkan para siswa. Sebagai guru matematika, pernyataan George Polya (1973: VII), berikut perlu mendapat perhatian kita, yang menyatakan bahwa: “Yes, mathematics has two faces; it is the rigorous science of Euclid but it is also something else. Mathematics presented in the Euclidean way appears as a systematic, deductive science; but mathematics in the making appears as an experimental, inductive science.”
Pendapat Polya ini telah menunjukkan pengakuan beliau tentang pentingnya penalaran induktif (induksi) dalam pengembangan matematika. Jika pada masa lalu, siswa belajar matematika secara deduktif aksiomatis, maka pada masa kini, dengan munculnya teori-teori belajar seperti belajar bermakna dari Ausubel (belajar bermakna), teori belajar dari Piaget serta Vigotsky (kontruktivisme sosial), para siswa dituntun ataupun difasilitasi untuk belajar sehingga para siswa dapat menemukan kembali (reinvent) atau mengkonstruksi kembali (reconstruct) pengetahuannya yang dikenal dengan kontekstual learning, matematika humanistik, ataupun matematika realistik. Proses pembelajaran seperti ini, pada tahap-tahap awalnya akan lebih menggunakan penalaran induktif daripada deduktif seperti yang dinyatakan Polya tadi. Mudah-mudahan dengan proses pembelajaran seperti ini, pada akhirnya akan muncul penemu-penemu besar dari negara tercinta kita, Indonesia.


Daftar pustaka:

Budianas Nanang. 2013. Penalaran (reasoning) Teori Akuntansi. Dalam http://nanangbudianas.blogspot.com/2013/02/penalaran-reasoning-teori-akuntansi.html

Suharti Atiyah. 2013. Penalaran dalam Pembelajaran Matematika MI. Dalam http://bdkbandung.kemenag.go.id/jurnal/132-penalaran-dalam-pembelajaran-matematika-mi





Selasa, 11 Maret 2014

Pokok Bahasan II. Bahasa Indonesia2. METODE ILMIAH


1. Pengertian Metode Ilmiah

1. Metode : Cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah sistematis
2. Metodologi : Pengkajian yang mempelajari peraturan-peraturan dari metode tersebut
3. Metodologi Ilmiah : Pengkajian dari peraturan-peraturan dalam metode ilmiah

Metode ilmiah adalah cara kerja dari ilmu pengetahuan, bersifat ilmiah serta merupakan langkah-langkah sistematis yang digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu baik direfleksikan atau diterima begitu saja.

Menurut Almadk (1939),” metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.”

Metode ilmiah dalam meneliti mempunyai kriteria serta langkah-langkah tertentu. Metode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan sama. Dengan adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari dalil umum akan mudah terjawab, seperti menjawab seberapa jauh, mengapa begitu, apakah benar, dan sebagainya.


2. Kriteria Metode Ilmiah

Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan fakta.
2. Bebas dari prasangka
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisa.
4. Menggunakan hipotesa
5. Menggunakah ukuran objektif.
6. Menggunakan teknik kuantifikasi.

1. Berdasarkan Fakta
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang dianalisa haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah penemuan atau pembuktian didasarkan pada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda atau kegiatan sejenis.

2. Bebas dari Prasangka
Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.

3. Menggunakan Prinsip Analisa
Dalam memahami serta memberi arti terhadap fenomena yang kompleks, harus digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis, Fakta yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan analisa yang tajam.

4. Menggunakan Hipotesa
Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk mengonggokkan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran peneliti.

5. Menggunakan Ukuran Obyektif
Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran yang objektif. Ukuran tidak boleh dengan merasa-rasa atau menuruti hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara objektif dan dengan menggunakan pikiran yang waras.

6. Menggunakan Teknik Kuantifikasi
Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali untuk artibut-artibut yang tidak dapat dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm, per detik, ohm, kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan Jauhi ukuran-ukuran seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang rokok, dan sebagai¬nya Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran nominal, ranking dan rating.


3. Tujuan Metode Ilmiah

Tujuan metode ilmiah yaitu:
1. Mendapatkan pengetahuan ilmiah (yang rasional, yang teruji) sehingga merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.
2. Merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis.
3. Untuk mencari ilmu pengetahuan yang dimulai dari penentuan masalah, pengumpulan data yang relevan, analisis data dan interpretasi temuan, diakhiri dengan penarikan kesimpulan.

4. Langkah-langkah Metode Ilmiah

Secara umum metode ilmiah meliputi langkah-langkah berikut:

1. Penelitian/observasi awal
Setelah topik yang akan diteliti dalam proyek ilmiah ditentukan, langkah pertama untuk melakukan proyek ilmiah adalah melakukan observasi awal untuk mengumpulkan informasi segala sesuatu yang berhubungan dengan topik tersebut melalui pengalaman, berbagai sumber ilmu pengetahuan, berkonsultasi dengan ahli yang sesuai.
- Gunakan semua referensi: buku, jurnal, majalah, koran, internet, interview, dll.
- Kumpulkan informasi dari ahli: instruktur, peneliti, insinyur, dll.
- Lakukan eksplorasi lain yang berhubungan dengan topik.

2. Identifikasi Masalah
Permasalahan merupakan pertanyaan ilmiah yang harus diselesaikan. Permasalahan dinyatakan dalam pertanyaan terbuka yaitu pertanyaan dengan jawaban berupa suatu pernyataan, bukan jawaban ya atau tidak. Sebagai contoh: Bagaimana cara menyimpan energi surya di rumah?
- Batasi permasalahan seperlunya agar tidak terlalu luas.
- Pilih permasalahan yang penting dan menarik untuk diteliti.
- Pilih permasalahan yang dapat diselesaikan secara eksperimen.

3. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu ide atau dugaan sementara tentang penyelesaian masalah yang diajukan dalam proyek ilmiah. Hipotesis dirumuskan atau dinyatakan sebelum penelitian yang seksama atas topik proyek ilmiah dilakukan, karenanya kebenaran hipotesis ini perlu diuji lebih lanjut melalui penelitian yang seksama. Yang perlu diingat, jika menurut hasil pengujian ternyata hipotesis tidak benar bukan berarti penelitian yang dilakukan salah.
- Gunakan pengalaman atau pengamatan lalu sebagai dasar hipotesis
- Rumuskan hipotesis sebelum memulai proyek eksperimen

4. Eksperimen
Eksperimen dirancang dan dilakukan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Perhitungkan semua variabel, yaitu semua yang berpengaruh pada eksperimen. Ada tiga jenis variabel yang perlu diperhatikan pada eksperimen: variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.
Varibel bebas merupakan variabel yang dapat diubah secara bebas. Variabel terikat adalah variabel yang diteliti, yang perubahannya bergantung pada variabel bebas. Variabel kontrol adalah variabel yang selama eksperimen dipertahankan tetap. 
- Usahakan hanya satu variabel bebas selama eksperimen.
- Pertahankan kondisi yang tetap pada variabel-variabel yang diasumsikan konstan.
- Lakukan eksperimen berulang kali untuk memvariasi hasil.
- Catat hasil eksperimen secara lengkap dan seksama.

5. Kesimpulan
Kesimpulan proyek merupakan ringkasan hasil proyek eksperimen dan pernyataan bagaimana hubungan antara hasil eksperimen dengan hipotesis. Alasan-alasan untuk hasil eksperimen yang bertentangan dengan hipotesis termasuk di dalamnya. Jika dapat dilakukan, kesimpulan dapat diakhiri dengan memberikan pemikiran untuk penelitian lebih lanjut.

Jika hasil eksperimen tidak sesuai dengan hipotesis:
- Jangan ubah hipotesis
- Jangan abaikan hasil eksperimen
- Berikan alasan yang masuk akal mengapa tidak sesuai
- Berikan cara-cara yang mungkin dilakukan selanjutnya untuk menemukan penyebab ketidaksesuaian
- Bila cukup waktu lakukan eksperimen sekali lagi atau susun ulang eksperimen.

Metode Ilmiah menggabungkan cara penalaran deduksi dan induksi
1. Deduksi adalah membuat argumen baru secara bertahap yang disusun secara sistematis berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Alatnya adalah Matematika.
2. Induksi adalah membuat argumen baru berdasarkan kebenaran korespondensi dari apa yang telah diketahui sebelumnya. Alatnya adalah Probabilitas.




Daftar pustaka:

Alpha Omega. 2004. “Metode Ilmiah”. Dalam http://alphaomega86.tripod.com/metode_ilmiah.htm

Nashrudin. 2008. “Apa Yang Dimaksud Dengan Metode Ilmiah”. Dalam http://dossuwanda.wordpress.com/2008/03/29/apakah-yang-dimaksud-dengan-metode-ilmiah/

Stefano. 2009. “Metode Ilmiah”. Dalam http://classassignment.wordpress.com/2009/03/30/metode-ilmiah/

Widya Candra. 2013. “Metode Ilmiah (Scientific Method)”. Dalam http://www.slideshare.net/widyacandra/metode-ilmiah-scientific-method




Pokok Bahasan I. Bahasa Indonesia2. PENALARAN


1. Pengertian Penalaran

Penalaran (reasoning) adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Pengertian lain penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.

Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengankonklusi (consequence).

Secara umum, ada dua jenis penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif.

1. Penalaran Induktif dan Coraknya
Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang umum.

Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:

a. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu. Generalisasi diturunkan dari gejala-gejala khusus yang diperoleh melalui pengalaman, observasi, wawancara, atau studi dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial ekonomi atau hukum. Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan atau perasaan tertentu.

b. Analogi
Analogi adalah suatu proses yag bertolak dari peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah kesamaan karakteristik di antara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang berlaku pada satu hal, akan pula berlaku untuk hal lainya”. Dengan demikian, dasar kesimpulan yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal yang dianalogikan.

c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
Penalaran induktif dengan melalui hubungan kausal (sebab akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas bahwa semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab akibat. Tak ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.


2. Penalaran Deduktif dan Coraknya

Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.

Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor mengandung term mayor dari silogisme, merupakan generalisasi atau proposisi yang dianggap benar bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor mengandung term minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu. Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.

b. Entinem
Entinem adalah suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.


2. Pengertian Penulisan Ilmiah

Penulisan ilmiah adalah penulisan hasil berpikir ilmiah yang di dalamnya mencerminkan ciri ilmu pengetahuan.

Ciri Penulisan Ilmiah
a. Isi mencerminkan hakikat ilmu pengetahuan/objek ilmu tertentu
b. Mengandung teori/semacam kerangka berpikir
c. Ada metodenya (cara mencari dan menemukan kebenaran)
d. Mengandung penalaran.


3. Konsep Penalaran Ilmiah dalam Kaitannya dengan Penulisan Ilmiah

Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang santun dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Atas dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai dan telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir keilmuan yang menggabungkan cara berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama sekali tidak dapat ditinggalkan.

Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji.

Penalaran dalam suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek/matra. Kelima aspek tersebut
adalah:

a. Aspek keterkaitan
Aspek keterkaitan adalah hubungan antarbagian yang satu dengan yang lain dalam
suatu karangan. Artinya, bagian-bagian dalam karangan ilmiah harus berkaitan satu
sama lain. Pada pendahuluan misalnya, antara latar belakang masalah – rumusan
masalah – tujuan – dan manfaat harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus
berkaitan dengan bagian landasan teori, harus berkaitan dengan pembahasan, dan
harus berkaitan juga dengan kesimpulan.

b. Aspek urutan
Aspek urutan adalah pola urutan tentang sesuatu yang harus didahulukan/ditampilkan
kemudian (dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan). Suatu
karangan ilmiah harus mengikuti urutan pola pikir tertentu.Pada bagian Pendahuluan,
dipaparkan dasar-dasar berpikir secara umum. Landasan teori merupakan paparan
kerangka analisis yang akan dipakai untuk membahas. Baru setelah itu persoalan
dibahas secara detail dan lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas
pembahasan sekaligus sebagai penutup karangan ilmiah

c. Aspek argumentasi
Yaitu bagaimana hubungan bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta,
pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan dari hal yang telah dibuktikan. Hampir
sebagian besar isi karangan ilmiah menyajikan argumen-argumen mengapa masalah
tersebut perlu dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat/temuan-temuan dalam
analisis harus memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.

d. Aspek teknik penyusunan
Yaitu bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah digunakan secara konsisten.
Karangan ilmiah harus disusun dengan pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat
baku dan universal.

e. Aspek bahasa
Yaitu bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut? baik dan benar? Baku?
Karangan ilmiah disusun dengan bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan
bahasa yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra
lebih-lebih untuk karangan ilmiah akademis.

Beberapa ciri bahasa ilmiah: kalimat pasif, sebisa mungkin menghindari kata ganti diri
(saya, kami, kita), susunan kalimat efektif/hindari kalimat-kalimat dengan klausa-klausa
yang panjang.



Daftar pustaka:


Jumanta.  Tanpa Tahun. “Penalaran dalam Proses Penulisan Ilmiah”. Dalam Univ. Esa Unggul/Jumanta/MKU 113

Mardiya. 2010. “Penalaran dalam Penulisan Karya Ilmiah”. Dalam http://mardiya.wordpress.com/2010/11/29/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah-oleh-mardiya/

Wikipedia. 2014. “Penalaran”. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran.