NETTI NATARIDA MARPAUNG

WELLCOME TO MY BLOG..

I'M A DREAMER, AND I WANNA MAKE MY DREAMS COME TRUE.

Selasa, 30 Desember 2014

BRAVO PAK PRES...

Tentu saja Jokowi masih memikirkan kans terpilih kembali dirinya di 2019 dalam menaikkan harga BBM. Beliau pasti sudah memikirkan efisiensi dan efektivitas dari naiknya harga BBM di masa-masa bulan madunya ini ke lima tahun mendatang. Seperti pepatah, berakit kehulu berenang ke tepian, biar dicerca dahulu di 2019 pasti orang yang nyinyir mencerca akan memilih beliau kembali menjadi presiden.

Pun sebagai seorang atasan yang baik, beliau menempatkan waktu pengumuman naiknya BBM berdekatan dengan pelantikan Ahok sebagai gubernur untuk mengalihkan perhatian publik, sehingga publik tidak lagi menaruh banyak perhatian yang besar terhadap pelantikan Ahok, sebab belakangan ini banyak ormas yang menentang pengangkatan Ahok. Sebagai atasan beliau rela mengalihkan kemarahan penentang Ahok pada dirinya sendiri setelah pengumuman kenaikan BBM.

Bravo Pak Pres..


Bks. 12302014



Jenet

JANGAN NGAMBEK!


Dari sekian banyak orang batak pendukung Jokowi - JK yang kecewa dengan susunan kabinet kerja beliau, mungkin saya adalah salah satu dari orang yang tidak perlu merasa kecewa? Why??

Buat apa saya merasa kecewa? bukannya meragukan kredibilitas orang batak, tapi haruskah orang batak ada dalam kabinet agar kabinet tersebut dikatakan kabinet yang bersih? klo jawabannya harus berarti seleksi menteri bukan dari rekam jejak semata lagi, melainkan melalui pertimbangan kesukuan.

Sekali lagi saya katakan, jika memang orang batak tidak ada di jajaran menteri saat ini, sebagai orang batak, saya harus membuktikan diri esok dan kelak, bahwa orang batak pantas diperhitungkan, bahkan untuk memimpin negara ini.

BEGITU DONKKK...INI MALAH NGAMBEEEEKKK....

Jangan iri atas keberhasilan orang lain, agar keberhasilanmu pun menyusul kelak.


Jenet's quote


DISPENSASI JAM KERJA PEREMPUAN


Sebagai seorang ibu yang juga memiliki aktivitas di luar rumah, sepertinya saya kurang setuju dengan rencana pemerintah untuk mengurangi 2 jam kerja perempuan bekerja dengan dalih untuk bisa lebih banyak waktu mengurus anaknya di rumah.

Menurutku dengan memutuskan untuk bekerja seorang ibu sudah pasti bisa menerima konsekuensi kesibukan bekerjanya dengan waktu untuk mengurus rumah tangga, pun emansipasi yang dilekatkan pada wanita juga harus seimbang disematkan kepada pria, ya emansipasi untuk bersama-sama memperhatikan keluarga. Wanita dan pria sama-sama bertanggungjawab atas tumbuh kembang anak.

Saya lebih concern jika dispensasi jam kerja perempuan diberikan saat pasca perempuan melahirkan atau pada saat-saat menyusui bayi secara eksklusif, dengan menambah jumlah hari cuti, semisal dari 3 bulan menjadi 6 bulan (batas bawah bayi harus mendapatkan asi eksklusif). Itu pun sifatnya tentatif, tidak wajib, bisa diambil (dengan ketentuan hanya menerima gaji pokok atau 75% dari gaji pokok misalnya) atau bisa juga tidak diambil.

Itu lebih adil menurutku pada perempuan bekerja juga pada instansi tempat bekerja.
Karena tidak semua perempuan bekerja memiliki kesibukan yang sama dalam rumah tangga. Lalu bagaimana dengan perempuan bekerja sebagai guru? tentu mereka juga pasti menuntut hal yang sama kan?


Bks, 12302014


Senin, 29 Desember 2014

TUGAS 4. ETIKA BISNIS#


KORUPSI DI INDONESIA

JURNAL
Oleh:
Netti Natarida Marpaung
(15211137)



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014


ABSTRAKSI

Indonesia sudah mewabah dengan korupsi. Korupsi, dengan beberapa perkecualian, sudah merajalela di hampir seluruh instansi publik di seluruh eselon pemerintahan di pusat maupun di daerah. Hampir tanpa ada rasa malu lagi bila yang bersangkutan tersangkut korupsi. Bahkan pihak swasta, non pemerintah, turut bermain mata, kongkalikong, bila berurusan dengan instansi/pegawai pemerintah.
Penulisan ini membahas tentang korupsi di Indonesia yang sudah merupakan patologi sosial (penyakit sosial) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar.
Penulisan ini menggunakan metode pendekatan historis, pendekatan sosiologis, dan pendekatan yuridis. Data yang mendukung permasalahan diolah dengan penafsiran menggunakan fakta-fakta sejarah, kemudian dilakukan penulisan sesuai permasalahan yang telah dirumuskan dan tujuan yang akan dicapai, sehingga terwujudlah tulisan ini. Dari hasil penggunaan metode pendekatan tersebut, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
(1) Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
(2) Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika kolonialisme penjajahan, rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.
(3) Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

1.2       Rumusan Masalah
1.  Apakah pengertian dari korupsi?
2. Apa yang melatarbelakangi terjadinya korupsi?
3. Apakah macam-macam dari korupsi?
4.  Apakah dampak dari korupsi terutama dalam bidang ekonomi bisnis?
5. Apa yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi?

1.3       Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah hanya pada masalah korupsi yang ada di Indonesia, beserta dengan dampak yang ditimbulkan dan cara-cara menanganinya.

1.4       Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian dari korupsi.
2. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak dari korupsi.
5. Untuk mengetahui apa yang dilakukan untuk memberantas korupsi.

BAB  II
LANDASAN TEORI

Korupsi berasal dari istilah Latin Corruptio, yang artinya kerusakan. Jadi korupsi adalah perilaku yang menyebabkan kerusakan di segala bidang kehidupan. 
Menurut Transparency International korupsi adalah perilaku pejabat publik, maupun politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

2.1       Pendekatan Historis
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

2.2       Pendekatan Sosiologis
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Di negara kita ini ( Indonesia ) tidak mampu menjadi negara maju karena ulah pemerintah sendiri. Dengan kata lain pemerintah hanya mementingkan dirinya sendiri ( korupsi ).
Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik. Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistem pendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk  pengimplementasiannya.

2.3       Pendekatan Yuridis
Tindakan korupsi di Indonesia sudah sangat memprihatinkan oleh karena itu pemerintah mengadakan UUD. Didalam UUD sudah tercantum bahwa pemerintah yang melakukan korupsi (koruptor) akan disidang dan dipenjara, sesuai korupsi yang telah dilakukan. Semenjak maraknya korupsi di Indonesia ini Presiden mengadakan KPK ( Komisi Pemberantas Korupsi ).
Menurut hukum di Indonesia: Penjelasan gamblangnya ada dalam 13 pasal Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 21 Tahun 2001. Menurut UU itu, ada 30 tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi.
Secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi :
1. Kerugian keuntungan negara
2. Suap menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curanG
6. Benturan kepentingan dalam pengadaaN
7. Gratifikasi (pemberian hadiah)

BAB  III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1       Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah korupsi yang ada di Indonesia.
3.2.      Data yang Digunakan
Data yang digunakan oleh penulis :
Data Sekunder berupa data kualitatif, yaitu dengan mencari data-data tentang korupsi yang ada di Indonesia.

BAB  IV
PEMBAHASAN

4.1       Pengertian Korupsi
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
Sementara itu, Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapat berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu ada istilah penyuapan, yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan tersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap. Seseorang yang menyuap izin agar lebih mudah menyuap pejabat pembuat perizinan. Agar mudah mengurus KTP menyuap bagian tata pemerintahan. Menyuap dosen agar memperoleh nilai baik. Pemerasan, suatu tindakan yang menguntungkan diri sendiri yang dilakukan dengan menggunakan sarana tertentu serta pihak lain dengan terpaksa memberikan apa yang diinginkan. Sarana pemerasan bisa berupa kekuasaan. Pejabat tinggi yang memeras bawahannya. Sedangkan nepotisme adalah bentuk kerjasama yang dilakukan atas dasar kekerabatan, yang bertujuan untuk kepentingan keluarga dalam bentuk kolaborasi dalam merugikan keuangan negara.
Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
1.      Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya acapkali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
2.      Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
3.      Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negara menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan, dan lain-lain.
4.      Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
5.      Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
6.      Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
7.      Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaan dan kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
8.      Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.

4.2       Sebab-Sebab Yang Melatarbelakangi Terjadinya Korupsi
Korupsi dapat terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
11. Klasik 
a.       Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pimpinan yang bodoh tidak mungkin mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya. Kelemahan pemimpin ini juga termasuk ke-leadership-an, artinya seorang pemimpin yang tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya.  Leadership dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut, ewuh poakewuh di kalangan staf untuk melakukan penyimpangan.
b.      Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistem pendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
c.       Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah dari pada berusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai bawahan. Sementara dalam pengembangan usaha mereka lebih cenderung berlindung dibalik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusi dan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
d.      Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi. Minimnya keterampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencari peluang dengan menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yang besar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya, para koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai, kemampuan, dan skill.
e.       Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai introspeksi diri atas kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya. Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f.       Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke pulau Nusakambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.
g.      Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.

22. Modern
a.       Rendahnya Sumber Daya Manusia.
Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut: 1) Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan knowledge. 2) Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh umat manusia. Komitmen mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkan semua pihak. 3) Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. 4) Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemampuan seseorang mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam mencapai tujuann.
b.      Struktur Ekonomi.
Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara bertahap. Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya, sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalu memporak-perandakan produk lama yang bagus.

4.3       Macam-Macam Korupsi
Tindak pidana korupsi yang dilakukan cukup beragam bentuk dan jenisnya. Namun, bila diklasifikasikan ada tiga jenis atau macamnya, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan.

1. Bentuk korupsi. Bentuk korupsi terdiri atas dua macam, yaitu materiil dan immateriil. Jadi korupsi tidak selamanya berkaitan dengan penyalahgunaan uang negara. Korupsi yang berkaitan dengan uang termasuk jenis korupsi materiil. Seorang pejabat yang dipercaya atasan untuk melaksanakan proyek pembangunan, karena tergoda untuk mendapatkan keuntungan besar proyek yang nilainya Rp 1.000.000,00 dimark-up (dinaikkan) menjadi Rp 2.000.000,00 bentuknya jelas penggelembungan nilai proyek yang terkait dengan keuntungan uang. Sedangkan yang immaterial adalah korupsi yang berkaitan dengan pengkhianatan kepercayaan, tugas, dan tanggung jawab. Tidak disiplin kerja adalah salah satu bentuk korupsi immaterial. Memang negara tidak dirugikan secara langsung dalam praktik ini. Tetapi, akibat perbuatan itu, pelayanan yang seharusnya dilakukan negara akhirnya terhambat. Keterlambatan pelayanan inilah kerugian immaterial yang harus ditanggung negara atau lembaga swasta. Begitu juga dengan mereka yang secara sengaja memanfaatkan kedudukan atau tanggung jawab yang dimiliki untuk mengeruk keuntungan pribadi.

2. Berdasarkan sifatnya. a) Korupsi Publik, dari segi publik menyangkut nepotisme, fraus, bribery, dan birokrasi. Nepotisme itu terkait dengan kerabat terdekat. Segala peluang dan kesempatan yang ada sebesar-besarnya digunakan untuk kemenangan kerabat dekat. Kerabat dekat bisa keponakan, adik-kakak, nenek atau kroni. Fraus, artinya, berusaha mempertahankan posisinya dari pengaruh luar. Berbagai cara dilakukan untuk kepentingan ini. Sodok kanan, sikut kiri, suap kanan, suap kiri, semua dilakukan agar posisi yang telah dicapai/diduduki tidak diambil pihak lain atau direbut orang lain. Bribery, artinya pemberian upeti pada orang yang diharapkan dapat memberikan perlindungan atau pertolongan bagi kemudahan usahanya. Bribery juga memiliki dampak yang cukup signifikan bagi kemajuan usaha. Namun, sasarannya, lebih tertuju pada out put (hasil kerja). Birokrasi juga bagian tak terpisahkan dari praktik korupsi. Birokrasi yang seharusnya berfungsi mempermudah memberikan pelayanan pada masyarakat, justru berubah menjadi kendala pelayanan. Orang yang datang meminta pelayanan pada birokrat seharusnya mendapat peta yang jelas dari pintu mana dia memulai usahanya. Tetapi sebaliknya, orang langsung melihat ketidakjelasan terhadap apa yang diharapkan. Birokrasi tidak diciptakan untuk kepentingan masyarakat, tetapi kepentingan birokrat. b) Korupsi Privat, sisi lain korupsi ditinjau dari privat, yang dimaksud privat ada dua, yaitu badan hukum privat dan masyarakat. Praktik korupsi terjadi di badan umum privat dan masyarakat terjadi karena adanya interaksi antara badan hukum privat dengan birokrasi, antara masyarakat dengan birokrasi. Jadi sifat interaksi yang terjadi adalah timbal balik. Interaksi tersebut menghasilkan deal-deal tertentu yang saling menguntungkan. Jadi, korupsi tidak hanya dilembaga-lembaga institusi negara, tetapi dengan swasta bergulir, karena ada interaksi. Tanpa ada interaksi antar swasta dengan pemerintah tidak akan terjadi. Ada dua model korupsi, yaitu: pertama internal, yakni korupsi yang dilakukan oleh orang dalam. Kedua internal-eksternal, yakni kolaborasi antara sektor privat dengan publik.

3. Berdasarkan tujuannya pada umumnya tujuan korupsi, untuk memperoleh keuntungan pribadi, tetapi secara spesifik meliputi empat tujuan sebagai berikut:
a. Politik, orang melakukan korupsi karena bertujuan politik. Praktik korupsi dilakukan bersamaan dengan kegiatan politik praktis. Tujuan utama korupsi jenis ini untuk  mencapai kedudukan. 
b.      Di bidang ekonomi bisnis, dilakukan untuk kesuksesan bisnisnya. Kurang lebih wujudnya sama. Praktik korupsi disini juga dilakukan dengan segala cara. Tetapi sasarannya adalah pemegang kekuasaan. Tujuannya ada dua yaitu pertama mendapat kemudahan di bidang perizinan dan pengembangan usaha. Kedua untuk memperoleh akses pasar. Monopoli adalah bentuk kongkret permainan korupsi di bidang ekonomi.
c.       Di bidang pendidikan. Lembaga yang seharusnya sebagai kawah candradimuka, tempat menggodok para calon penerus bangsa, ternyata juga bisa menjadi lahan yang subur untuk praktik korupsi. Fenomena jual beli gelar dan nilai adalah bukti kuat bahwa di lembaga ini juga terjangkit korupsi.
d.      Di bidang hukum, praktik korupsi ditujukan untuk memperoleh fasilitas dan perlindungan hukum. Fasilitas disini berupa kepastian hukum terhadap bisnis atau usaha koruptor. Sedangkan, perlindungan hukum menyangkut upaya dari si koruptor memainkan hukum hingga bisa terbebas dari segala ancaman hukum pidana.

4.4       Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi

1. Bidang Demokrasi.
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan dipembentukan kebijaksanaan, korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum, dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2. Bidang Ekonomi dan Bisnis
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan ‘lapangan perniagaan’. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasidi masa depan.

3. Bidang Kesejahteraan Negara
Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warganegaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

4.5       Cara Memberantas Tindak Pidana Korupsi

1. Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanyakorupsi.

2. Strategi Deduktif 
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem- sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagaidisiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

3. Strategi Represif 
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalahkorupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupunsecara represif antara lain :
1.      Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatannetto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak  bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukankorupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.
2.      Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat antikorupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerja sama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
3.      Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
4.      Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwai ko rupsi adalah   kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang,dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi, Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan,sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagailanglah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
5.      Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yangsesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukankorupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dansiapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah- langkah untuk memberantas korupsi dengan membuat undang-undang. Indonesia juga membuat undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (undang-undang terlampir dihalaman belakang).



BAB V
PENUTUP
5.1       Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsungmerugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputidua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek  penggunaan uang negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

5.2       Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.


DAFTAR PUSTAKA

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia.Bandung : Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta : GhaliaIndonesia.
Zarlan, Ahmad. 2011. Korupsi yang Ada di Negara Indonesia. Dalam http://www.academia.edu/3374285/KORUPSI_YANG_ADA_DI_NEGARA_INDONESIA





TUGAS 3. ETIKA BISNIS#


IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA

JURNAL
Oleh:
Netti Natarida Marpaung
(15211137)


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014




ABSTRAKSI

     Iklan merupakan sebuah proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan.


     Dalam penulisan ini bertujuan untuk membahas salah satu topik dari etika bisnis yang banyak mendapat perhatian sampai sekarang, yaitu mengenai iklan dalam etika dan estetika. Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah metode data kualitatif dokumentasi, yaitu mengumpulkan informasi dari berbagai sumber atau referensi yang relevan.

     Iklan memainkan peran yang sangat penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat.dengan demikian, suka atau tidak suka, iklan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia baik secara positif maupun negatif. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas, melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dan sebagainya. Sehingga iklan harus memiliki etika, estetika, baik moral maupun bisnis.

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1              Latar belakang
     Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen.

     Persaingan dalam dunia bisnis kian ketat, berbagai perusahaan berlomba-lomba berkreasi se-kreatif mungkin untuk membuat program marketingnya termasuk pengolahan ide iklan. Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan.
     
     Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tingi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan. Hal ini sangat penting mengingat produk dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat dari informasi produsen.

     Etika bisnis dalam mengkampanyekan produk kepada khalayak sasaran memang penting dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian – sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang diiklankan.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, penulis berkeinginan untuk membahas tentang IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA.

1.2              Rumusan Masalah
1.      Bagaimana seharusnya etika dan estetika dalam iklan?
2.      Bagaimana tata krama atau prinsip moral dalam iklan?
3.      Apa keuntungan dan kerugian dari iklan?

1.3              Batasan Masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah hanya terbatas membahas bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.

1.4              Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui bagaimana seharusnya etika dan estetika dalam iklan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana tata krama atau prinsip moral dalam iklan.
3.      Untuk mengetahui apa keuntungan dan kerugian dari iklan.


BAB  II
LANDASAN TEORI

2.1       Pengertian Iklan

     Iklan adalah bentuk publikasi suatu aktifitas, produk atau layanan kepada masyarakat luas melalui media masa dan internet seperti koran , TV, Radio atau website atau lainnya yang bersentuhan langsung dengan publik.

     Kata Iklan sendiri berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. (Durianto, dkk, 2003).

     Menurut Roman, Maas & Nisenholtz. 2005, Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu.

     Iklan ada beberapa bentuk, iklan komersil, iklan sosial, iklan layanan masyarakat dan lainnya. Iklan komersil adalah bentuk publikasi suatu produk dan layanan komersil yang bertujuan peningkatan kepercayaan pelanggan kepada suatu nama produk dan layanan yang di selenggarakan oleh lembaga bisnis. Iklan sosial adalah bentuk publikasi suatu keadaan yang mengharapkan kepedulian dari banyak orang. Iklan layanan masyarakat adalah bentuk publikasi suatu keadaan yang mengisyaratkan perubahan atau tindakan dari setiap orang untuk melakukan perubahan keadaan yang lebih baik.

     Iklan produk akan membuat seseorang individu mengingini dan berencana untuk memiliki (Membeli) produk yang di iklankan. Iklan Sosial akan  membuat seseorang individu prihatin dan berencana membantu (menyumbang) sesuai keadaan yang di iklankan. Iklan layanan masyarakat membuat seseorang tergerak dan berencana melakukan tindakan (merubah) sesuai keadaan yang di iklankan.

     Pengertian antara iklan dan periklanan mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa keduanya merupakan pesan yang ditujukan kepada khalayak. Perbedaannya yaitu iklan lebih cenderung kepada produk atau merupakan hasil dari periklanan, sedangkan periklanan merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.

     Iklan merupakan bagian dari bauran promosi (promotion mix) sedangkan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) dimana marketing mix meliputi product, price, place, promotion.

     Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara konsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalam sebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang terus meningkat.

     Di sini sebenarnya iklan melakonkan tiga peran sekaligus. Pertama, iklan informatif. Jenis iklan ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif kepada konsumen kualitas dari barang tertentu yang diproduksi, nilai-lebih dari barang tersebut, fungsi-fungsinya, harga serta tingkat kelangkaannya. Kedua, iklan persuasif atau sugestif. Jenis iklan ini tidak sekadar menginformasikan secara objektif barang dan jasa yang tersedia, tetapi menciptakan kebutuhan-kebutuhan akan barang dan jasa yang diiklankan. Dan ketiga, iklan kompetitif. Meskipun meliputi juga iklan informatif dan persuasif, jenis iklan ini lebih dimaksud untuk mempertahankan serta memproteksi secara kompetitif kedudukan produsen di hadapan pelaku produksi lainnya.
Ciri-ciri iklan yang baik:
1.      Etis: berkaitan dengan kepantasan.
2.      Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
3.      Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.

2.2       Pengertian Etika dan Estetika

     Etika adalah Ilmu tentang apa yang  baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral  (KBBI).
Etika Secara Umum :
1.      Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan.
2.      Tidak memicu konflik SARA.
3.      Tidak mengandung pornografi.
4.      Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
5.      Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
6.      Tidak plagiat
     Estetika adalah berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis, iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan aksi membeli dan menggunakan produk tersebut.
Etis adalah berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan? secara etika memang iklan haruslah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut.
     Estetis adalah berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan tersebut harus ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya ditujukan untuk orang dewasa.


BAB  III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1       Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah : Contoh iklan dalam etika dan estetika

3.2       Data yang Digunakan
     Data yang digunakan oleh penulis data sekunder berupa data kualitatif, dengan metode dokumentasi yaitu mencari data-data tentang iklan dalam etika dan estetika dari beberapa buku-buku atau referensi lain yang relevan.


BAB  IV
PEMBAHASAN

4.1       Iklan dalam Etika dan Estetika Bisnis

     Untuk melihat iklan dari segi etika bisnis, penulis ingin menyoroti empat hal penting, yaitu fungsi iklan, beberapa personal etis sehubungan dengan iklan, arti etis dari iklan yang menipu, dan kebebasan konsumen.

1.      Fungsi Iklan
Yaitu sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.

a.       Iklan sebagai pemberi informasi
     Iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk lain yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan disini adalah bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataan yang serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya untuk membeli produk itu.

     Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen,ada tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan.
1.      Produsen yang memiiki produk tersebut.
2.      Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif, dan sebagainya.
3.      Bintang iklan, dalam hal ini, tanggung jawab moral atas informasi yang benar tentang sebuah produk pertama-tama dipikul pihak oleh pihak produsen.

b.      Iklan Sebagai Pembentuk Pendapat Umum
     Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang lain iklan dilihat sebagai satu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk tersebut. Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia,dan segala aspek kehidupan,sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia.

     Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumennya dan bukan pada cara penyajian atau penyampaian argumen itu. Dengan kata lain, persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan. Berbeda dengan persuaisi Rasional, persuasi non-Rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diingikan itu.

2.      Beberapa Persoalan Etis Sehubungan dengan Iklan
     Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-Rasional.
a.       Iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk memberi produk tertentu.
b.      Dalam kaitan dengan itu iklan manipulatif dan persuasive  non –rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif.
c.       Yang juga menjadi persoalan etis yang serius adalah adalah bahwa iklan memanipulatif dan persuasive non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra diri manusia modern.
d.      Bagi masyarakat dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang sangat tinggi,iklan merongrong rasa keadilan sosial masyaraakat iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial dimana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sekedar hidup.

3.      Makna Etis Menipu dalam Iklan
     Prinsip etika bisnis yang paling relevan disini adalah prinsip kejujuran, mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata tipu mengandung pengertian perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Dengan kata lain menipu adalah menggunakan tipu muslihat, mengakali, memperdaya, atau juga perbuatan curang yang dijalankan dengan niat yang telah direncanakan.

     Jadi, karena konsumen adalah pihak yang berhak mengetahui kebenaran sebuah produk, iklan yang membuat pernyataaan yang menyebabkan mereka salah menarik kesimpulan tentang produk itu tetapi dianggap menipu dan dikutuk secara moral kendati tidak pada maksud apapun untuk memperdaya dengan kata lain,berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.

4.      Kebebasan Konsumen
     Secara lebih konkrit iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintan antara produsen dan pembeli,yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.keinginan atau kebutuhan tidak lagi merupakan sesuatu yang mandiri,melainkaan tergantung sepenuhnya pada produksi dan iklan dengan demikian,dalam mekanisme semacam itu mustaahil konsumen bisa memutuskan atau memilih secara bebas apa yang menjadi kebutuhannya.merupakan kebutuhan yang diciptakan oleh produsen dan iklan.karena itu,walaupun dalam situasi tertentu baahwa”Produksi menciptakan kebutuhan”,tidak dengan sendirinya produksi menentukan kebutuhan kita sebagai konsumen.

4.2              Tata Krama dan Prinsip Moral dalam Iklan

     Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI (Etika Pariwara Indonesia), tata krama isi iklan:
1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. (c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
6. Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10. Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih. (d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan: (a)  Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Ada baiknya penulis paparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan.
a.       Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen.
b.      Iklan wajib menyampaikan tentang produk tertentu,khususnya menyagkut keamanan dan keselamatan manusia.
c.       Iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan,khusunya secara kasar dan terang-terangan
d.      Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas.

4.3              Keuntungan dan Kerugian dari Iklan

     Mengikuti dokumen yang dikeluarkan oleh komisi kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam iklan, paling kurang  ada empat keuntungan dan kerugian yang bisa diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan dideskripsikan berikut :

1.      Bidang ekonomi
     Dalam kerangka tindakan ekonomi secara luas, iklan merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks karena melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser), agen-agen, media iklan, para peneliti pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung terhadap para pelaku ekonomi itu.
     
     Iklan ternyata memampukan perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif produk-produknya. Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau direalisir. Sementara bagi masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan informasi mengenai bagaimana dan di mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan jasa bisa terpenuhi secara lebih mudah dan efisien.
Maka sebagaimana juga disinyalir oleh A. Sonny Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa iklan menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan memperdaya konsumen untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.” Dan sebagaimana juga dikritik oleh Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan lebih sering ditampilkan sebagai media pembentuk masyarakat konsumeristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk barang dan jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan barang dan jasa yang sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi dirinya (to be). Di sini kemudian digarisbawahi bahwa iklan memang bisa meningkatkan standar hidup konsumen.

2.      Bidang Politis
     Seringkali juga media massa menampilkan atau menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan semua pihak sejauh tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak penguasa, tetapi sebagai ekspresi dari sebuah kehidupan politik yang demokratis. Artinya, dengan iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi perihal segala kebijakan yang tengah dan akan diambil pemerintah, tetapi juga sebagai konsekuensi semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.

3.      Bidang Kultural
     Secara ideal harus dikatakan bahwa iklan semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya bernilai secara moral, tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu, para pemasang iklan juga mesti mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang menjadi “sasaran” iklan. Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus selalu diuntungkan secara kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan bukan merupakan cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya atau pun masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh mayoritas masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan cerminan dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka butuhkan, dan itu berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang secara etis dipegang teguh adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.

     Dalam kenyataannya, iklan lebih sering menampilkan kebudayaan hidup masyarakat yang lebih suka menonjolkan kompetisi di segala bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa solidaritas antarsesama. Iklan juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif, standar moral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian besar iklan menampilkan warna dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan.

4.      Bidang Moral dan Agama
     Ajaran-ajaran moral dan agama juga sering kali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama tersebut kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan, pelayanan dan cinta kasih kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan, pesan-pesan mengenai kesehatan dan pendidikan, dan lain-lain bertujuan untuk memotivasi masyarakat ke arah kehidupan yang baik dan membahagiakan.

     Maka sebenarnya yang perlu diusahakan bukannya meniadakan iklan, tetapi meniadakan isi atau maksud dari iklan yang obsesi utamanya adalah mengkonstruksi sebuah masyarakat konsumtif dengan seluruh konsekuensi yang menyertainya.

BAB  V
KESIMPULAN

5.1     Kesimpulan

            Dalam periklanan tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Iklan mempunyai unsur promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri. Masalah manipulasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari segi informatifnya), karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut

5.2     Saran
            Seharusnya para pelaku bisnis mengacu pada etika dan estetika yang berlaku pada iklan dan tidak mementingkan keuntungan semata tanpa mempertimbangkan efek dari iklan yang dibuatnya.




DAFTAR PUSTAKA

Badri. Muhammad. 2010. ETIKA DALAM PERIKLANAN. Dalam http://ruangdosen.wordpress.com/2010/04/04/etika-dalam-periklanan/

Dokumen Komisi Kepausan bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam Iklan. Dikutip dari L’Osservatore Romano N. 16, 16 April 1997.

Elaine, St. James, Simplify Your Life, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.

Jena, Jeremias. 2010. Etika dalam Bisnis. Dalam http://jeremiasjena.wordpress.com/2010/10/05/etika-dalam-iklan/

Keraf, Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.