NETTI NATARIDA MARPAUNG

WELLCOME TO MY BLOG..

I'M A DREAMER, AND I WANNA MAKE MY DREAMS COME TRUE.

Senin, 29 Desember 2014

TUGAS 3. ETIKA BISNIS#


IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA

JURNAL
Oleh:
Netti Natarida Marpaung
(15211137)


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014




ABSTRAKSI

     Iklan merupakan sebuah proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan.


     Dalam penulisan ini bertujuan untuk membahas salah satu topik dari etika bisnis yang banyak mendapat perhatian sampai sekarang, yaitu mengenai iklan dalam etika dan estetika. Metode penulisan yang digunakan oleh penulis adalah metode data kualitatif dokumentasi, yaitu mengumpulkan informasi dari berbagai sumber atau referensi yang relevan.

     Iklan memainkan peran yang sangat penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat.dengan demikian, suka atau tidak suka, iklan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia baik secara positif maupun negatif. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas, melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dan sebagainya. Sehingga iklan harus memiliki etika, estetika, baik moral maupun bisnis.

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1              Latar belakang
     Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen.

     Persaingan dalam dunia bisnis kian ketat, berbagai perusahaan berlomba-lomba berkreasi se-kreatif mungkin untuk membuat program marketingnya termasuk pengolahan ide iklan. Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan.
     
     Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tingi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan. Hal ini sangat penting mengingat produk dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat dari informasi produsen.

     Etika bisnis dalam mengkampanyekan produk kepada khalayak sasaran memang penting dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat tidak merasa tertipu oleh sajian – sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak mendapat informasi yang sebenarnya dari produk yang diiklankan.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, penulis berkeinginan untuk membahas tentang IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA.

1.2              Rumusan Masalah
1.      Bagaimana seharusnya etika dan estetika dalam iklan?
2.      Bagaimana tata krama atau prinsip moral dalam iklan?
3.      Apa keuntungan dan kerugian dari iklan?

1.3              Batasan Masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah hanya terbatas membahas bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.

1.4              Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui bagaimana seharusnya etika dan estetika dalam iklan.
2.      Untuk mengetahui bagaimana tata krama atau prinsip moral dalam iklan.
3.      Untuk mengetahui apa keuntungan dan kerugian dari iklan.


BAB  II
LANDASAN TEORI

2.1       Pengertian Iklan

     Iklan adalah bentuk publikasi suatu aktifitas, produk atau layanan kepada masyarakat luas melalui media masa dan internet seperti koran , TV, Radio atau website atau lainnya yang bersentuhan langsung dengan publik.

     Kata Iklan sendiri berasal dari bahasa Yunani, yang artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. (Durianto, dkk, 2003).

     Menurut Roman, Maas & Nisenholtz. 2005, Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu.

     Iklan ada beberapa bentuk, iklan komersil, iklan sosial, iklan layanan masyarakat dan lainnya. Iklan komersil adalah bentuk publikasi suatu produk dan layanan komersil yang bertujuan peningkatan kepercayaan pelanggan kepada suatu nama produk dan layanan yang di selenggarakan oleh lembaga bisnis. Iklan sosial adalah bentuk publikasi suatu keadaan yang mengharapkan kepedulian dari banyak orang. Iklan layanan masyarakat adalah bentuk publikasi suatu keadaan yang mengisyaratkan perubahan atau tindakan dari setiap orang untuk melakukan perubahan keadaan yang lebih baik.

     Iklan produk akan membuat seseorang individu mengingini dan berencana untuk memiliki (Membeli) produk yang di iklankan. Iklan Sosial akan  membuat seseorang individu prihatin dan berencana membantu (menyumbang) sesuai keadaan yang di iklankan. Iklan layanan masyarakat membuat seseorang tergerak dan berencana melakukan tindakan (merubah) sesuai keadaan yang di iklankan.

     Pengertian antara iklan dan periklanan mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa keduanya merupakan pesan yang ditujukan kepada khalayak. Perbedaannya yaitu iklan lebih cenderung kepada produk atau merupakan hasil dari periklanan, sedangkan periklanan merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.

     Iklan merupakan bagian dari bauran promosi (promotion mix) sedangkan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) dimana marketing mix meliputi product, price, place, promotion.

     Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara konsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalam sebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang terus meningkat.

     Di sini sebenarnya iklan melakonkan tiga peran sekaligus. Pertama, iklan informatif. Jenis iklan ini bertujuan untuk menginformasikan secara objektif kepada konsumen kualitas dari barang tertentu yang diproduksi, nilai-lebih dari barang tersebut, fungsi-fungsinya, harga serta tingkat kelangkaannya. Kedua, iklan persuasif atau sugestif. Jenis iklan ini tidak sekadar menginformasikan secara objektif barang dan jasa yang tersedia, tetapi menciptakan kebutuhan-kebutuhan akan barang dan jasa yang diiklankan. Dan ketiga, iklan kompetitif. Meskipun meliputi juga iklan informatif dan persuasif, jenis iklan ini lebih dimaksud untuk mempertahankan serta memproteksi secara kompetitif kedudukan produsen di hadapan pelaku produksi lainnya.
Ciri-ciri iklan yang baik:
1.      Etis: berkaitan dengan kepantasan.
2.      Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
3.      Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.

2.2       Pengertian Etika dan Estetika

     Etika adalah Ilmu tentang apa yang  baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral  (KBBI).
Etika Secara Umum :
1.      Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan.
2.      Tidak memicu konflik SARA.
3.      Tidak mengandung pornografi.
4.      Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
5.      Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
6.      Tidak plagiat
     Estetika adalah berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis, iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan aksi membeli dan menggunakan produk tersebut.
Etis adalah berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan? secara etika memang iklan haruslah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut.
     Estetis adalah berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan tersebut harus ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya ditujukan untuk orang dewasa.


BAB  III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1       Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah : Contoh iklan dalam etika dan estetika

3.2       Data yang Digunakan
     Data yang digunakan oleh penulis data sekunder berupa data kualitatif, dengan metode dokumentasi yaitu mencari data-data tentang iklan dalam etika dan estetika dari beberapa buku-buku atau referensi lain yang relevan.


BAB  IV
PEMBAHASAN

4.1       Iklan dalam Etika dan Estetika Bisnis

     Untuk melihat iklan dari segi etika bisnis, penulis ingin menyoroti empat hal penting, yaitu fungsi iklan, beberapa personal etis sehubungan dengan iklan, arti etis dari iklan yang menipu, dan kebebasan konsumen.

1.      Fungsi Iklan
Yaitu sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.

a.       Iklan sebagai pemberi informasi
     Iklan merupakan media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk lain yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan disini adalah bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataan yang serinci mungkin tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu sehingga akhirnya untuk membeli produk itu.

     Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen,ada tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan.
1.      Produsen yang memiiki produk tersebut.
2.      Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif, dan sebagainya.
3.      Bintang iklan, dalam hal ini, tanggung jawab moral atas informasi yang benar tentang sebuah produk pertama-tama dipikul pihak oleh pihak produsen.

b.      Iklan Sebagai Pembentuk Pendapat Umum
     Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang lain iklan dilihat sebagai satu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah produk. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen untuk membeli produk tersebut. Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar memanipulasi manusia,dan segala aspek kehidupan,sebagai alat demi tujuan tertentu di luar diri manusia.

     Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumennya dan bukan pada cara penyajian atau penyampaian argumen itu. Dengan kata lain, persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan. Berbeda dengan persuaisi Rasional, persuasi non-Rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek (kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diingikan itu.

2.      Beberapa Persoalan Etis Sehubungan dengan Iklan
     Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-Rasional.
a.       Iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk memberi produk tertentu.
b.      Dalam kaitan dengan itu iklan manipulatif dan persuasive  non –rasional menciptakan kebutuhan manusia dengan dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif.
c.       Yang juga menjadi persoalan etis yang serius adalah adalah bahwa iklan memanipulatif dan persuasive non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra diri manusia modern.
d.      Bagi masyarakat dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang sangat tinggi,iklan merongrong rasa keadilan sosial masyaraakat iklan yang menampilkan yang serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial dimana banyak anggota masyarakat masih berjuang untuk sekedar hidup.

3.      Makna Etis Menipu dalam Iklan
     Prinsip etika bisnis yang paling relevan disini adalah prinsip kejujuran, mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata tipu mengandung pengertian perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Dengan kata lain menipu adalah menggunakan tipu muslihat, mengakali, memperdaya, atau juga perbuatan curang yang dijalankan dengan niat yang telah direncanakan.

     Jadi, karena konsumen adalah pihak yang berhak mengetahui kebenaran sebuah produk, iklan yang membuat pernyataaan yang menyebabkan mereka salah menarik kesimpulan tentang produk itu tetapi dianggap menipu dan dikutuk secara moral kendati tidak pada maksud apapun untuk memperdaya dengan kata lain,berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.

4.      Kebebasan Konsumen
     Secara lebih konkrit iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintan antara produsen dan pembeli,yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.keinginan atau kebutuhan tidak lagi merupakan sesuatu yang mandiri,melainkaan tergantung sepenuhnya pada produksi dan iklan dengan demikian,dalam mekanisme semacam itu mustaahil konsumen bisa memutuskan atau memilih secara bebas apa yang menjadi kebutuhannya.merupakan kebutuhan yang diciptakan oleh produsen dan iklan.karena itu,walaupun dalam situasi tertentu baahwa”Produksi menciptakan kebutuhan”,tidak dengan sendirinya produksi menentukan kebutuhan kita sebagai konsumen.

4.2              Tata Krama dan Prinsip Moral dalam Iklan

     Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI (Etika Pariwara Indonesia), tata krama isi iklan:
1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. (c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
6. Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10. Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih. (d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan: (a)  Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Ada baiknya penulis paparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan.
a.       Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen.
b.      Iklan wajib menyampaikan tentang produk tertentu,khususnya menyagkut keamanan dan keselamatan manusia.
c.       Iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan,khusunya secara kasar dan terang-terangan
d.      Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas.

4.3              Keuntungan dan Kerugian dari Iklan

     Mengikuti dokumen yang dikeluarkan oleh komisi kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam iklan, paling kurang  ada empat keuntungan dan kerugian yang bisa diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi, politik,kultural dan agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan dideskripsikan berikut :

1.      Bidang ekonomi
     Dalam kerangka tindakan ekonomi secara luas, iklan merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks karena melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser), agen-agen, media iklan, para peneliti pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung terhadap para pelaku ekonomi itu.
     
     Iklan ternyata memampukan perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif produk-produknya. Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau direalisir. Sementara bagi masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan informasi mengenai bagaimana dan di mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan jasa bisa terpenuhi secara lebih mudah dan efisien.
Maka sebagaimana juga disinyalir oleh A. Sonny Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa iklan menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan memperdaya konsumen untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.” Dan sebagaimana juga dikritik oleh Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan lebih sering ditampilkan sebagai media pembentuk masyarakat konsumeristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk barang dan jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan barang dan jasa yang sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi dirinya (to be). Di sini kemudian digarisbawahi bahwa iklan memang bisa meningkatkan standar hidup konsumen.

2.      Bidang Politis
     Seringkali juga media massa menampilkan atau menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan semua pihak sejauh tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak penguasa, tetapi sebagai ekspresi dari sebuah kehidupan politik yang demokratis. Artinya, dengan iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi perihal segala kebijakan yang tengah dan akan diambil pemerintah, tetapi juga sebagai konsekuensi semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.

3.      Bidang Kultural
     Secara ideal harus dikatakan bahwa iklan semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya bernilai secara moral, tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu, para pemasang iklan juga mesti mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang menjadi “sasaran” iklan. Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus selalu diuntungkan secara kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan bukan merupakan cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya atau pun masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh mayoritas masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan cerminan dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka butuhkan, dan itu berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang secara etis dipegang teguh adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.

     Dalam kenyataannya, iklan lebih sering menampilkan kebudayaan hidup masyarakat yang lebih suka menonjolkan kompetisi di segala bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa solidaritas antarsesama. Iklan juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif, standar moral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian besar iklan menampilkan warna dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan.

4.      Bidang Moral dan Agama
     Ajaran-ajaran moral dan agama juga sering kali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama tersebut kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan, pelayanan dan cinta kasih kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan, pesan-pesan mengenai kesehatan dan pendidikan, dan lain-lain bertujuan untuk memotivasi masyarakat ke arah kehidupan yang baik dan membahagiakan.

     Maka sebenarnya yang perlu diusahakan bukannya meniadakan iklan, tetapi meniadakan isi atau maksud dari iklan yang obsesi utamanya adalah mengkonstruksi sebuah masyarakat konsumtif dengan seluruh konsekuensi yang menyertainya.

BAB  V
KESIMPULAN

5.1     Kesimpulan

            Dalam periklanan tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Iklan mempunyai unsur promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri. Masalah manipulasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari segi informatifnya), karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut

5.2     Saran
            Seharusnya para pelaku bisnis mengacu pada etika dan estetika yang berlaku pada iklan dan tidak mementingkan keuntungan semata tanpa mempertimbangkan efek dari iklan yang dibuatnya.




DAFTAR PUSTAKA

Badri. Muhammad. 2010. ETIKA DALAM PERIKLANAN. Dalam http://ruangdosen.wordpress.com/2010/04/04/etika-dalam-periklanan/

Dokumen Komisi Kepausan bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam Iklan. Dikutip dari L’Osservatore Romano N. 16, 16 April 1997.

Elaine, St. James, Simplify Your Life, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.

Jena, Jeremias. 2010. Etika dalam Bisnis. Dalam http://jeremiasjena.wordpress.com/2010/10/05/etika-dalam-iklan/

Keraf, Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar