A. PENALARAN DALAM TEORI AKUNTANSI
Penalaran marupakan proses berpikir logis dan
sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap
suatu pernyataan atau asersi (assertion).
Penalaran melibatkan proses penurunan konsekuensi
logis dan proses penarikan simpulan / konklusi dari serangkaian pernyataan atau
asersi.
Unsur dan Strukur Penalaran
Struktur dan proses penalaran didasari atas tiga
konsep penting, yaitu :
1. Asersi, suatu
pernyataan ( biasanya positif ) yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya teori )
adalah benar. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam penalaran yaitu sebagai
elemen pembentuk argumen dan sebagai keyakinan yang dihasilkan oleh penalaran (
berupa kesimpulan).
2. Keyakinan, merupakan
tingkat kebersediaan untuk menerima suatu pernyataan atau teori ( penjelasan )
mengenai suatu fenomena atau gejala ( alam atau sosial ) adalah benar.
3. Argumen, merupakan
serangkaian asersi beserta keterkaitan ( artikulasi ) daan inferensi atau
penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Dalam hal ini
argumen merupakan unsur yang paling penting karena digunakan untuk membentuk,
memelihara, atau mengubah suatu keyakinan.
Jenis Asersi
Asersi dapat diklasifikasi menjadi :
1. Asumsi, merupakan
asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau
menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan.
2. Hipotesis, merupakan
asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapi diyakini bahwa
asersi tersebut dapat diuji kebenarannya. Agar disebut sebagai suatu hipotesis
maka suatu asersi juga harus mengandung kemungkinan salah, karena jika asersi
adalah benar maka asersi akan menjadi pernyataan fakta.
3. Pernyataan
fakta, merupaakan asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat
kuat atau bahkan tidak dibantah.
Jenis Argumen
Argumen dapat diklasifikasi sebagai berikut :
1. Argumen Deduktif, atau
argumen logis merupakan argumen yang asersi konklusinya tersirat atau dapat
diturunkan dari asersi – asersi lain yang diajukan.
2. Argumen Induktif, argumen
ini lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya. Akan tetapi dalam argumen ini
konklusi tidak selalu benar walaupun kedua premis benar.
Bukti adalah sesuatu yang memberi dasar rasional
dalam pertimbangan (judgement) untuk menetapkan kebenaran suatu pernyataan (to
establish the truth). Dalam hal teori akuntansi, pertimbangan diperlukan
untuk menetapkan relevansi atau keefektifan suatu perlakuan akuntansi untuk
mencapai tujuan akuntansi.
Keyakinan yang diperoleh seseorang karena kekuatan
atau kelemahan argument adalah terpisah dengan masalah apakah pernyataan yang
diyakini itu benar (true) atau salah (false). Dapat saja seseorang
memegang kuat keyakinan terhadap sesuatu yang salah atau sebaliknya, menolak
suatu pernyataan yang benar (valid).
Properitas Keyakinan
Pemahaman terhadap beberapa prosperitas (sifat)
keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargument. Berikut ini
prosperitas keyakinan yang perlu disadari dalam berargumen : keadabenaran,
bukan pendapat, bertingkat, berbias, bermuatan nilai, berkekuatan, veridikal (
tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas ), dan berketempaan ( kelentukan
keyakinan berkaitan dengan mudah tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan
adanya informasi yang relevan ).
Kecohan (Fallacy )
Kecohan merupakan kesalahan dalam menerima suatu
asersi yang ada kenyataannya asersi tersebut membujuk dan dianut banyak orang
padahal seharusnya tidak.
Salah Nalar
Kesalahan nalar dapat terjadi jika penyimpulan tidak
di dasarkan pada kaidah – kaidah penalaran yang valid. Walaupun salah nalar
dapat dipakai sebagai suatu strategem ( pendekatan atau cara – cara untuk
mempengaruhi keyakinan orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid
atau masuk akal ), tidak selayaknya jika kaidah penalaran yang sangat baik ditolak
semata – mata karena argumen sering di salah gunakan.
B. PENALARAN DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA MI
Untuk memahami pengertian penalaran dalam
pembelajaran matematika, ada baiknya anda simak beberapa contoh berikut ini:
1· Jika
Andi lebih tinggi dari Bani dan Bani lebih tinggi dari Chandra, maka Andi akan
lebih tinggi dari Chandra.
1· Jika
Johan berumur 10 tahun dan Amir berumur dua tahun lebih tua, maka Amir berumur
12 tahun.
1· Jika
besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 600 dan 1000 maka sudut
yang ketiga adalah 1800 – (1000 + 600) = 200. Hal ini didasarkan pada
teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga
adalah 1800.
1· Untuk
menentukan hasil dari 998 + 1236 maka dapat dilakukan dengan cara mengambil
(meminjam) 2 nilai dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000.
Dengan demikian 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234 yang bernilai 2234.
Jadi, 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234.
Dari contoh-contoh yang telah diuraikan di atas,
kita dapat menyimak bahwa suatu kesimpulan dapat ditentukan setelah terjadi
proses analisis terhadap fakta-fakta yang ada yang telah diketahui. Proses
pengambilan kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada tersebut dikenal dengan
istilah penalaran.
1. Penalaran Induktif dan
Deduktif
Penalaran dalam matematika dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif. Menurut kaidah
bahasa Indonesia, penalaran deduktif berarti penalaran yang bersifat deduksi,
yaitu penalaran atas dasar hal-hal yang bersifat umum kemudian diturunkan ke
hal-hal yang khusus. Sedangkan penalaran induktif, secara bahasa berarti
penalaran yang bersifat induksi, yaitu penalaran atas dasar dari hal-hal yang
bersifat khusus, kemudian disimpulkan menjadi yang bersifat umum.
Pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali
secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses
induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Kegiatan
dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar
sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan,
yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif
dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari
matematika. Penerapan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap
kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa.
Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk
mempelajari konsep matematika. Kita mulai dengan beberapa contoh atau fakta
yang teramati. Buatlah daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), kemudian
perkirakan hasil baru yang diharapkan. Kemudian hasil ini kita buktikan secara
deduktif. Misalkan untuk menunjukkan 3 x (-1) = -3,
dapat ditunjukkan secara induktif melalui pengertian pola perkalian. Telah kita
ketahui bahwa pengertian perkalian diartikan sebagai penjumlahan berulang
seperti 2 x 3 = 3 + 3 = 6, 2 x 4 = 4 + 4 = 8, dan seterusnya. Sekarang
perhatikan pola perkalian berikut
3 ´ 3 = 9,
3 ´ 2 = 6, 6 diperoleh dari 9 – 3
3 ´ 1 = 3, 3 diperoleh dari 6 – 3
3 ´ 0 = 0, 0 diperoleh dari 3 – 3
3 ´ (-1) = ….
Dari pola tersebut, dapat ditunjukkan bahwa 3 ´ (-1)
= -3. Namun demikian, dalam matematika bukti dengan cara seperti ini belum sah
(walaupun cara ini bisa dibenarkan untuk pengajaran matematika tingkat
elementer atau sekolah dasar). Secara deduktif, hal tersebut dibuktikan dengan
menggunakan sifat distributif atau penyebaran dalam operasi penjumlahan sebagai
berikut:
3 ´ 0 = 0 + 0 + 0 = 0, tuliskan 0 sebagai
1 + (– 1),
sehingga 3 ´ [1 + (– 1)] = 3 ´ 1
+ 3 ´ (-1) = 3 + 3 ´ (-1) = 0
Jadi, 3 ´ (-1) = 0 – 3 = -3.
Apabila kita kaji lanjut, matematika merupakan
serangkaian sistem simbolis yang abstrak dan saling berhubungan. Di sini kita
menghadapi sesuatu atau objek yang abstrak (dan disimbolkan) dan sistem
simbolis (prinsip-prinsip operasi dan hukum-hukum). Terdapat 4 jenis objek
(gagasan-gagasan) pada matematika, yaitu :
Fakta, dipelajari secara roting atau hafalan, misal
‘tiga’ dikaitkan dengan simbol ‘3’, 2+3=5, 7 x 8 = 56 (fakta yang dapat
dideduksi dari penjumlahan berulang). Tetapi, 2+3=5, dapat pula dideduksi dari
teori himpunan gabungan dangan diagram Venn.
Konsep, dipelajari dengan membutuhkan pemahaman
tertentu, misalnya segitiga memerlukan pengertian banyak sisi, hubungan antar
sisi, dan sebagainya. Hampir tiap konsep dibangun dari konsep-konsep
sebelumnya, kecuali yang konsep primitif atau paling seperti himpunan dan elemen.
Dalam matematika konsep ‘himpunan’ merupakan istilah yang tidak terdefinisi.
Operasi, berfungsi untuk melakukan hubungan yang
mempunyai arti dari objek matematika yang satu ke objek yang lain, misalnya
pemasangan anggota dua himpunan, menghitung, mengukur panjang, menambah,
mengali, dan sebagainya.
Prinsip, pernyataan yang mengkaitkan antara dua atau
lebih objek matematika (fakta, konsep, operasi, ataupun antar prinsip),
misalnya teorema, aksioma, dan lema.
Sedangkan kebenaran dalam matematika didasarkan atas
sistem aksioma yang terdiri atas empat bagian penting, yaitu: istilah tak
terdefinisi, istilah terdefinisi, aksioma, dan teorema.
Walaupun matematika menggunakan penalaran induktif,
proses kreatif yang terjadi kadang-kadang menggunakan penalaran induktif,
intuisi, bahkan dengan coba-coba (trial and error). Namun pada akhirnya
penemuan dari proses kreatif tersebut harus diorganisasikan dengan pembuktian
secara deduktif. Teorema-teorema yang diperoleh secara deduktif itu kemudian
dipergunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah termasuk masalah-masalah
dalam kehidupan nyata.
2. Kelebihan dan Kelemahan
Penalaran Induktif dan Deduktif
Penarikan kesimpulan pada induksi yang bersifat umum
akan menjadi sangat penting, karena ilmu pengetahuan tidak akan pernah
berkembang tanpa adanya penarikan kesimpulan ataupun pembuatan pernyataan baru
yang bersifat umum. Hal inilah yang menjadi suatu kelebihan dari penalaran
induktif dibandingkan dengan penalaran deduktif. Untuk memperjelas pernyataan
di atas, perhatikan dari beberapa kasus khusus seperti: 5 + 3 = 3 + 5; 6 + (-2)
= (-2) + 6; serta beberapa kasus lainnya akan didapat suatu sifat umum pada
penjumlahan yaitu a + b = b + a, yang kemudian kita kenal dengan sifat
komutatif pada penjumlahan. Pernyataan seperti itu lalu dianggap bernilai benar
dan dikenal dengan aksioma atau postulat. Dari aksioma atau postulat ini dapat
dikembangkan bangunan matematika. Secara umum dapat kita simpulkan bahwa:
1. Pada awalnya
proses matematisasi yang dilakukan dan dihasilkan para matematikawan adalah
proses induksi atau penalaran induktif. Dimulai dari kasus-kasus khusus yang
kemudian digeneralisasikan sehingga menjadi pernyataan umum (general).
2. Proses
berikutnya adalah proses formalisasi pengetahuan matamatika dengan terlebih
dahulu menetapkan sifat pangkal (aksioma) dan pengertian pangkal, yang akan
menjadi pondasi pengetahuan matematika berikutnya yang harus dibuktikan secara
deduktif.
Penalaran induktif sering digunakan para ilmuwan (scientist).
Kebanyakan teori-teori dalam bidang sains ditemukan berawal dari proses
penalaran induktif. Namun hasil yang didapat dari proses induksi kadang-kadang
masih berpeluang untuk menjadi salah. Dulu sebelum lahirnya teori Copernicus
tentang matahari sebagai pusat tata surya, orang telah percaya pada teori
sebelumya bahwa bumilah yang merupakan pusat dari jagat raya itu. Teori yang
menyatakan bahwa bumi merupakan pusat tata surya telah salah adanya, dan digantikan
dengan teori baru bahwa mataharilah yang merupakan pusat tata surya.
Hal tersebut menjadi salah satu kelemahan dari
penalaran induktif dibandingkan dengan penalaran deduktif. Suatu teori yang
bernilai benar pada suatu saat, dapat saja bernilai salah pada tahun-tahun
berikutnya jika telah ditemukan suatu contoh sangkalan (counter example). Oleh
karena itu di dalam matematika, kesimpulan yang diperoleh dari proses penalaran
induktif masih disebut dengan dugaan (conjekuture). Dugaan tersebut lalu akan
dikukuhkan menjadi suatu teorema jika sudah dapat dibuktikan kebenarannya
dengan penalaran deduktif.
Dengan demikian sebenarnya antara penalaran induktif
dengan penalaran deduktif saling melengkapi satu sama lain.
3. Implikasi Penalaran
dalam Pembelajaran Matematika MI
Sejalan dengan teori pembelajaran terbaru seperti
konstruktivisme dan munculnya pendekatan baru seperti RME (Realistic
Mathematics Education), PBL (Problem Based Learning), serta CTL (Contextual
Teaching & Learning), maka proses pembelajaran di kelas sudah seharusnya
dimulai dari masalah nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan para
siswa, dilanjutkan dengan kegiatan bereksplorasi, lalu para siswa akan belajar
matematika secara informal, dan diakhiri dengan belajar matematika secara
formal. Dengan cara seperti itu, para siswa kita tidak hanya dicekoki dengan
teori-teori dan rumus-rumus matematika yang sudah jadi, akan tetapi para siswa
dilatih dan dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses pembelajaran
di kelas sedang berlangsung. Jika pada masa-masa lalu, ‘masalah’ diberikan
setelah teorinya didapatkan para siswa, maka pada masa sekarang, ‘masalah’
tersebut diberikan sebelum teorinya didapatkan para siswa. Sebagai guru
matematika, pernyataan George Polya (1973: VII), berikut perlu mendapat
perhatian kita, yang menyatakan bahwa: “Yes, mathematics has two faces; it
is the rigorous science of Euclid but it is also something else. Mathematics
presented in the Euclidean way appears as a systematic, deductive science; but
mathematics in the making appears as an experimental, inductive science.”
Pendapat Polya ini telah menunjukkan pengakuan
beliau tentang pentingnya penalaran induktif (induksi) dalam pengembangan
matematika. Jika pada masa lalu, siswa belajar matematika secara deduktif
aksiomatis, maka pada masa kini, dengan munculnya teori-teori belajar seperti
belajar bermakna dari Ausubel (belajar bermakna), teori belajar dari Piaget
serta Vigotsky (kontruktivisme sosial), para siswa dituntun ataupun difasilitasi
untuk belajar sehingga para siswa dapat menemukan kembali (reinvent) atau
mengkonstruksi kembali (reconstruct) pengetahuannya yang dikenal dengan
kontekstual learning, matematika humanistik, ataupun matematika realistik.
Proses pembelajaran seperti ini, pada tahap-tahap awalnya akan lebih
menggunakan penalaran induktif daripada deduktif seperti yang dinyatakan Polya
tadi. Mudah-mudahan dengan proses pembelajaran seperti ini, pada akhirnya akan
muncul penemu-penemu besar dari negara tercinta kita, Indonesia.
Daftar pustaka:
Budianas Nanang. 2013. Penalaran (reasoning) Teori Akuntansi. Dalam http://nanangbudianas.blogspot.com/2013/02/penalaran-reasoning-teori-akuntansi.html
Suharti Atiyah. 2013. Penalaran dalam Pembelajaran Matematika MI. Dalam http://bdkbandung.kemenag.go.id/jurnal/132-penalaran-dalam-pembelajaran-matematika-mi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar