NETTI NATARIDA MARPAUNG

WELLCOME TO MY BLOG..

I'M A DREAMER, AND I WANNA MAKE MY DREAMS COME TRUE.

Sabtu, 04 Januari 2014

PERILAKU KONSUMEN. BAB. XII



PENGARUH BUDAYA DALAM PERILAKU KONSUMEN


Definisi

kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.


Mitos dan ritual kebudayaan

Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).

Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-benda yang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang, seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.

Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah. Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dan sebagainya. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.


Budaya dan konsumsi

Budaya konsumsi merupakan bentuk dari hubungan antara budaya dan konsumsi. Dimana hubungan tersebut saling pengaruh mempengaruhi, yaitu budaya dapat mempengaruhi konsumsi, juga sebaliknya, konsumsi dapat mempengaruhi budaya.
Pengaruh budaya terhadap pola konsumsi, James F. Engel, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard (1994) dalam bukunya yang berjudul perilaku Konsumen membagi 3 jenis pengaruh budaya terhadap pola konsumsi.

Pengaruh Budaya Terhadap Struktur Konsumsi.
Budaya dapat mempengaruhi struktur konsumsi, karena adanya larangan, hukuman, tekanan, ataupun paksaan dari budaya tersebut untuk mempengaruhi pola dan bentuk yang terorganisir dari individu dan masyarakat dalam berbagai cara dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Komponen budaya sendiri dapat berupa agama dan kepercayaan, sistem hukum, dan adat istiadat. Pengaruh budaya terhadap konsumsi dapat di lihat pada perilaku individu dan masyarakat dalam berkonsumsi, senantiasa di sesuaikan dengan tuntunan budaya yang di anut.Contohnya :
Seorang muslim diharamkan mengkonsumsi minuman beralkohol, memakan daging babi, berjudi, berzinah, dll, dikarenakan keyakinannya, bahwa hal tersebut dilarang oleh agama. Jika masih mengkonsumsi atau melakukan perbuatan yang di larang oleh agama, maka akan mendapatkan dosa.

Pengaruh Budaya Terhadap Pemaknaan Sebuah Produk.
Budaya menuntun individu dan masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan maupun keinginan terhadap barang dan jasa. Tuntunan budaya tersebut dapat berupa nilai ataupun norma. Dalam tiap-tiap kebudayaan, terdapat ciri khas masing–masing yang membawa pemaknaan terhadap suatu produk.Contohnya :
Tuntunan budaya berupa nilai : dalam hal kuliner  sayur asam, ikan asin, atau lalapan. Orang akan memaknai produk tersebut kulinernya orang sunda. Tuntunan budaya berupa norma : labelisasi Halalpada setiap produk yang dapat di konsumsi oleh umat Islam, yang di keluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia.

Pengaruh Budaya Terhadap Pengambilan Keputusan Individu.
Individu dalam mengambil keputusan untuk berkonsumsi, tidak dapat dipisahkan dari pengaruh budaya. Di antaranya di pengaruhi nilai dan norma. Di dalam masyarakat terdapat ide/gagasan mengenai, apakah suatu pengalaman berharga, tidak berharga, bernilai, tidak bernilai, pantas atau tidak. Inilah yang di artikan sebagai nilai. Sedangkan norma sendiri dimaknai sebagai peraturan yang ditetapkan secara bersama-sama, yang menuntun perilaku seseorang dalam mengambil keputusan.Contohnya :
Pengambilan keputusan yang di pengaruhi oleh nilai : Kegiatan amal yang di lakukan individu, dengan menyantuni semua anak yatim dalam suatu panti, merupakan tindakan yang bernilai, yang akan memperoleh pahala dan kebajikan bagi dirinya. Tetapi tidak bagi individu lain, karena dianggap hal itu merupakan pemborosan. Pengambilan keputusan yang di pengaruhi oleh norma : Di daerah Padang, di haruskan bagi para siswa sekolah untuk bisa membaca Al-Qur’an. Namun tidak bagi daerah di Papua.


Strategi pemasaran dengan memperhatikan budaya

Beberapa strategi pemasaran bisa dilakukan berkenaan dengan pemahaman budaya suatu masyarakat. Dengan memahami budaya suatu masyarakat, pemasar dapat merencanakan strategi pemasaran pada penciptaan produk, segmentasi dan promosi.
Tinjauan sub budaya

Dalam tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks penilaian seperti:
Afeksi dan Kognisi.
Penilaian Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakannya cenderung kearah berbagai objek atau ide serta kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan atau aktivitas.

Perilaku.
Perilaku merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang ada pada diri individu, yang ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi, dan cara berpikir) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga, masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).

Faktor Lingkungan.
Prinsip teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih berarti daripada sebagian-bagian. Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya penggunaan dan pemanfaatan lingkungan.
Berdasarkan teori Gestalt dan lapangan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh pada perilaku konsumen.


Sub-Budaya dan Demografis.

Berdasarkan analisa dari bagian-bagian sub-budaya, menunjukkan bahwa sebenarnya ada variabel yang terbentuk dari sub-budaya demografis yang menjelaskan karakteristik suatu populasi dan dikelompokkan kedalam karakteristik yang sama.
Variabel yang termasuk kedalam demografis, adalah:
1.Sub Etnis Budaya.
2.Sub Budaya-agama.
3.Sub Budaya Geografis dan Regional.
4.Sub Budaya Usia.
5.Sub Budaya Jenis Kelamin.

Lintas budaya ( cross cultural consumer behavior )

Secara umum kebudayaan harus memiliki tiga karakteristik, seperti:
1.Kebudayaan dipelajari, artinya: kebudayaan yang dimiliki setiap orang diperoleh melalui keanggotaan mereka didalam suatu kelompok yang menurunkan kebudayaannya dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
2.Kebudayaan bersifat kait-mengkait, artinya : setiap unsur dalam kebudayaan sangat berkaitan erat satu sama lain, misalnya: unsure agama berkaitan erat dengan unsure perkawinan, unsur bisnis berkaitan erat dengan unsur status sosial.
3.Kebudayaan dibagikan, artinya: prinsip-prinsip serta kebudayaan menyebar kepada setiap anggota yang lain dalam suatu kelompok.
4.Mengembangkan ruang lingkup dari nilai-nilai budaya sangatlah diperlukan karena merupakan aspek penting dalam mengoptimalkan hasil pemasaran. Adapun yang harus diketahui oleh para pemasar dalam mengembangkan nilai-nilai kebudayaan suatu negara adalah sebagai berikut.

a.Kehidupan Material: mengacu pada kehidupan ekonomi, yakni apa yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh nafkah.
b.Interaksi Sosial: interaksi sosial membangun aturan-aturan yang dimainkan seseorang dalam masyarakat, serta pola kekuasaan dan kewajiban mereka.
c.Bahasa: bahasa secara harfiah yaitu kata-kata yang diucapkan, tetapi selain itu sebagai symbol komunikasi dari waktu, ruang, benda-benda, persahabatan dan kesepakatan.
d.Estetika: meliputi seni (arts), drama, musik, kesenian rakyat, dan arsitektur yang terdapat dalam masyarakat.
e.Nilai dan Sikap: setiap kultur mempunyai seperangkat nilai dan sikap yang mempengaruhi hamper segenap aspek perilaku manusia dan membawa keteraturan pada suatu masyarakat/individu-individunya.
f.Agama dan Kepercayaan: agama mempengaruhi pandangan hidup, makna dan konsep suatu kebudayaan.
g.Edukasi: edukasi meliputi proses penerusan keahlian, gagasan, sikap dan juga pelatihan dalam disiplin tertentu.
h.Kebiasaan-kebiasaan dan Tata Krama: kebiasaan (customs) adalah praktek-praktek yang lazim/mapan. Tata Krama (manners) adalah perilaku-perilaku yang dianggap tepat pada masyarakat tertentu.
i.Etika dan Moral: pengertian apa yang disebut apa yang benar dan salah didasarkan pada kebudayaan.

Analisis Lintas Budaya.

Analisis Lintas Budaya adalah perbandingan sistematik dari berbagai similaritas dan perbedaan dalam aspek-aspek fisik dan perilaku kultur.
Tujuan analisis ini adalah menentukan apakah program pemasaran, dapat digunakan dalam satu atau lebih pasar asing ataukah harus dimodifikasi untuk memenuhi kondisi lokal.

Misinterpretasi Penilaian Lintas Kultural.
Terdapat 3 sumber misinterpretasi lintas cultural:
1.Tirai kultural bawah sadar (subconscious cultural blinders) adalah tendensi untuk membuat asumsi-asumsi bawah sadar yang berpangkal pada kultur, menyangkut kejadian-kejadian, orang-orang dan perilaku.
2.Tidak adanya kesadaran diri kultural (cultural self-awarness) mengacu kepada tidak adanya kesadaran pemasar terhadap karakteritik-karakteristik kultural si pemasar itu sendiri.
3.Similaritas dan kepicikan terproyeksi (projected similarity and parochialism), mengacu pada tendensi pemasar untuk menganggap orang-orang dari kultur lain (atau situasi dalam kultur lain) serupa dengan yang dijumpainya dalam kulturnya sendiri.

Berikut adalah garis besar analisis antar budaya mengenai tingkah laku konsumen:
1.Menentukan motivasi yang relevan dalam suatu budaya.
2.Menentukan karakteristik pada tingkah laku.
3.Menentukan bidang nilai budaya mana yang relevan dengan produk ini.
4.Menentukan bentuk karakteristik dalam membuat keputusan.
5.Mengevaluasi metode promosi yang cocok dengan budaya setempat.
6.Menentukan lembaga yang cocok untuk produk ini menurut pikiran konsumen.


Bauran pemasaran dalam lintas budaya

Beberapa hal dalam pemasaran internasional yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bagaimana mengorganisasikan perusahaan agar dapat menembus pasar luar negeri, bagaimana keputusan masuk ke dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan standarisasi, bagaimana merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi, bagaimana merencanakan promosi, dan bagaimana menetukan harga produk.

SUMBER :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar