KAU,
AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH
Karya : Tere Liye
PROLOG
Borno adalah seorang pemuda yang tinggal bersama
ibunya di tepian sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Ayahnya telah lama meninggal
saat Borno berusia 12 tahun. Dulu ayahnya adalah seorang nelayan tangguh terjatuh
dari perahu saat melaut dan tersengat belalai ubur-ubur yang sangat mematikan.
Namun sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, bapak Borno yang terkenal sangat
baik hati telah menyetujui untuk mendonorkan jantungnya kepada seorang pasien
yang mempunyai seorang gadis kecil seumuran Borno saat itu.
Koh Acong, adalah pemilik toko kelontong yang
menghadap persis Sungai Kapuas. Soal berhitung cepat, mencongak, tak ada yang
mengalahkan Koh Acong. Kalkulator besar milik pedagang kota sekalipun kalah
cepat dengan kelihaian Koh Acong dalam berhitung.
Cik Tulani, yang masih terhitung paman jauh Borno
adalah seorang pemilik warung makan yang terkenal sangat perhitungan alias
pelit.
Pak Tua, adalah orang tua yang bijaksana yang
pekerjaan sehari-harinya adalah tukang Sepit. Sepit (dari kata speed) adalah
perahu kayu, panjang lima meter, lebar satu meter dengan tempat duduk melintang
dan bermesin temple. PenduduK kota yang ingin menyeberang Sungai Kapuas lebih
memilih menumpang sepit, karena labih cepat dibanding naik bus atau opelet yang
akan memutar jauh lewat jembatan Kapuas yang mahal dan tidak praktis.
BAB. 1
RIWAYAT PEKERJAANKU
Pekerjaan pertama Borno lulus SMA dua tahun yang
lalu adalah menjadi seorang buruh di pabrik karet yang sangat bau, namun
pemilik pabrik memperlakukan mereka (karyawan) dengan baik. Gaji oke, ada
pemeriksaan kesehatan dan terkadang ada makan siang gratis di kantin pabrik.
Sayang Borna hanya enam bulan bekerja di sana, Borno dipecat bersama ratusan
karyawan lain.
Kemudian Borno memberanikan diri melamar pekerjaan
di kantor syahbandar Pontianak. Sayangnya syahbandar tersebut tidak menerima
pekerja yang hanya lulusan SMA. Ditolak, Borno kecewa, tapi syahbandar tersebut
merujuk Borno untuk melamar di Feri Kapuas, “Besok pagi kau pergi ke sana, tadi
aku menghubungi kepala operasional Feri Kapuas, mereka bisa menampung engkau,”
ucap syahbandar itu pada Borno.
Esok harinya saat Borno hendak berangkat menuju Feri
Kapuas, Bang Togar yang adalah sahabat dekat almarhum ayahnya dulu melarang
keras Borno untuk melamar pekerjaan di Feri Kapuas dengan alasan Feri Kapuas
itu telah mematikan mata pencaharian pengemudi-pemgemudi sepit dengan menampung
banyak penumpang yang akan menyeberang sungai Kapuas.
BAB. 2
PELAMPUNG VS SEPIT
Hadirnya jembatan beton di kota Pontianak sedikit
banyaknya mengurangi kehebatan sepit. Meski kabar baiknya jembatan itu dibangun
di hulu, bukan persis di pusat kota. Namun di luar jembatan beton itu masih ada
yang menjadi pesaing sepit, apalagi kalau bukan pelampung. Benar, pelampung inilah
yang membuat bang Togar mencak-mencak mendengar kabar Borno diterima bekerja di
dermaga feri. Satu pelampung itu, sekali jalan, menghabiskan penumpang untuk
dua puluh sepit. Itulah alasannya kenapa bang Togar tidak suka Borno bekerja di
dermaga feri. Penduduk kota terbiasa menyebut feri dengan pelampung.
BAB. 3
WASIAT BAPAK
Almarhum bapak Borno punya wasiat dulu, saat itu
Borno pulang menemani bapaknya melaut seharian, badan gosong, bibir mengelupas,
rambut kering bercampur butir garam, ketika melintas memasuki mulut sungai
Kapuas, lamat-lamat bapaknya berkata, “Jangan pernah jadi nelayan seperti
bapakmu ini, jangan pernah jadi pengemudi sepit.” Namun atas penjelasan bijak
Pak Tua, Cik Tulani, Koh Acong, akhirnya Borno memutuskan akan memulai kehidupan
sebagai pengemudi sepit, meski melanggar wasiat bapaknya Borno berjanji akan
jadi orang baik meski akhirnya hanya jadi pengemudi sepit. Borno belajar
mengemudi sepit dibimbing oleh Pak Tua.
BAB. 4
SEPIT BORNEO
Dua hari terakhir di penghujung kursus mengemudi
sepit Borno bertanya kapada Pak Tua, sepit siapakah yang akan dia bawa
nantinya, “Tak usah cemas, paling sial kau bawa sepit milikku, Borno.” Kata Pak
Tua
Akhirnya tiba hari kelulusan Borno, pagi sekali dia
sudah berangkat ke dermaga, dermaga dengan cepat dipenuhi penumpang bunyi suara
sepit mengetem, merapat, dan meluncur dari dermaga memenuhi langit, ditingkahi
teriakan petugas timer mengatur perahu dan penumpang.
Akhirya tiba giliran perahu Pak Tua, Borno
mengemudikan sepit merapat ke dermaga. Dua belas penumpang segera menaiki
perahu, ada seorang penumpang duduk persis di haluan depan, memunggungi
buritan, rambutnya tergerai panjang, seperti keturunan Melayu Pontianak, dan
inilah asal muasal seluruh cerita.
Dengan berhasil membawa penumpang bolak-balik
menyberangi sungai Borno resmi sudah menjadi pengemudi sepit. Di dermaga sudah
ada Cik Tulani, Koh acong, Pak Tua juga pengemudi lain. Dengan tiba-tiba bang
Togar menunjuk dan menyerahkan sebuah sepit baru kepada Borno, bang Togar
mengumpulkan sumbangan kepada penduduk dan juga pengemudi untuk membeli sepit
baru tersebut. Di lambung perahu tertulis hebat sebuah kata, “BORNEO.”
Perayaan kecil penyambutan sepit baru Borno selesai.
Tiba-tiba petugas timer meneriaki Borno, ada barang penumpang tertinggal di sepit,
yang ditemukan di bangku paling depan, barang itu adalah surat bersampul merah,
dilem rapi, dan tanpa nama.
BAB. 5
BARANG YANG TERTINGGAL DI SEPIT
Borno berpesan kepada petugas timer dermaga sepit,
jika bertemu dengan gadis cina berbaju kuning itu, supaya memberitahukan
tentang surat bersampul merah yang tertinggal dalam sepit. Dan saat Borno
istirahat sembari menunggu giliran, seorang pengemudi sepit meneriaki bahwa
petugas timer dermaga seberang titip pesan pada Borno tentang gadis berbaju
kurung itu, secepat kilat sepit Borno menuju dermaga sepit seberang.
BAB. 6
PERTEMUAN PERTAMA
Gadis itu masih dengan sisa amplop merah di tangan,
beranjak kesana kemari terus membagikan angpau. Jadi benda penting yang
tertinggal di sepit ternyata hanya amplop angpau.
Seminggu berlalu, aktivitas gadis itu tiba di
dermaga kayu pukul 7.15, menyeberang. Gadis itu selalu berpakaian rapi, membawa
payung, dengan tas dipenuhi buku tersampir di pundak, tampaknya pekerjaan gadis
itu adalah guru.
Hari ketujuh, gadis itu tidak terlihat di dermaga
sepit, ada apa gerangan, apakah gadis itu sakit? Oh ternyata ini hari Minggu.
BAB. 7
TURIS DARI KUCHING DAN ISTANA KADARIAH
Bangun pagi yang pertama kali dilakukan Borno adalah
mengantri sepit, ada seorang gadis yang sangat menarik perhatiannya akan naik
sepit pagi itu. Borno tidak memperdulikan pesan bapak Andi bahwa hari ini Borno
diminta untuk membawa rombongan turis dari Serawak. Andi marah-marah, namun
Borno senyum-senyum tidak peduli, bagi Borno bertemu dengan gadis berbaju
kurung itu lebih penting dari segalanya.
BAB. 8
NAMAKU MEI, ABANG
“Boleh aku tahu siapa nama gadis itu?” kata Pak Tua
suatu waktu. Borno terdiam karena memang dia belum tahu nama gadis itu.
“Kamu tahu, Pak Tua bahkan punya kenalan dengan dua
belas anak, namanya mulai dari Januari, Februari, Maret hingga November.
Ada-ada saja,” Borno berusaha member contoh lucu sembari bertanya nama gadis
itu.
“Namaku Mei, Abang.” Gadis itu beranjak berdiri.
“Meskipun itu nama bulan kuharap abang tidak menertawakannya.” Alamak, Borno
ternganga di buritan perahu.
BAB. 9
PERPISAHAN PERTAMA
Borno sudah berjanji ingin mengajari Mei mengemudi
sepit hari ini, namu karena Pak Tua sakit Borno membawa Pak Tua kerumah sakit
dahulu, akhirnya Borno terlambat. Karena gadis itu tidak lagi Borno temui di
istana Kadariah tempat mereka janji bertemu, Borno merasa bersalah. Borno
bersusah payah mencari alamat Mei, dan akhirnya ketemu juga, namu pada saat itu
Mei hendak berangkat ke Surabaya.
BAB. 10
TETAP SEMANGAT, ABANG
Apa kata Mei dua bulan lalu saat dia pergi? “Tetap
semangat menarik sepit, Abang.” Borno janji akan terus semangat meskipun
menghadapi penumpang yang membawa kambing sekalipun.
BAB. 11
PETUAH CINTA ALA PAK TUA
Hari kelima belas, Pak Tua boleh pulang. Kepulangan
Pak Tua bahkan menjadi kabar bahagia bagi pengemudi sepit, tetangga dan
penumpang. Saat Borno seperti biasanya menemani Pak Tua, Pak Tua bercerita
tentang hakikat cinta sejati.Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan
indah adalah omong kosong. Pak Tua mengakhiri kisahnya.
BAB. 12
MONTIR BENGKEL
Siang itu Borno mereparasi motor temple Pak Tua.
Bapak Andi memberikan panduan motor temple sembari mengajari Borno tentang mesin
di bengkel.
Setelah enam bulan sejak Mei pergi, Pak Tua ingin ke
Surabaya melakukan terapi. Pak Tua meminta Borno menemaninya. Ke Surabaya, itu
berarti bisa bertemu Mei, batin Borno.
BAB. 13
UANG RECEH DAN BUKU TELEPON
Hingga hari keberangkatan, Borno tidak kunjung tahu
alamat Mei. Namun petuah Pak Tua, cinta sejati selalu menemukan jalan. Setiba
di Surabaya, tepatnya di tempat balai pengobatan Pak Tua, sembari mengusir
jenuh menunggu Pak Tua selesai berobat, Borno membuka-buka buku telepon yang ada
di atas meja, lalu menelepon nama-nama yang bertuliskan Sulaiman, sesuai dengan
nama yang disebut bibi yang bekerja di rumah Mei, berharap nama itu akan
menghubungkannya dengan gadis itu.
BAB. 14
RUANG TUNGGU KLINIK ALTERNATIF
Hari kedua menemani Pak Tua. Sambil menunggu Pak Tua
keluar dari ruangan terapi, Borno kembali mencoba menekan nomor telepon yang
ada di buku telepon di atas meja itu. Namun tiba-tiba Borno dikejutkan oleh
suara seseorang yang selama enam bulan terakhir ini membuat Borno menjadi seperti
orang bodoh. Ya Mei, ternyata Mei juga sedang mengantar neneknya terapi di
klinik itu. Pertemuan yang tidak disangka-sangka.
BAB. 15
JALAN-JALAN DI SURABAYA
Esok harinya janji pelisir kota. Mei mebawa Borno
dan Pak Tua jalan-jalan keliling kota Surabaya. Sampai akhirnya Mei
memperkenalkan Borno kepada papanya saat Borno mengantarkan Mei pulang. Papa
Mei menyambut uluran tangan Borno seperti terpaksa.
BAB. 16
SATPAM RUMAH YANG GALAK
Terapi Pak Tua selesai suadah, Esok paginya lepas
sarapan Borno membeli tiket pulang. Beres beli tiket Borno menuju gedung terapi
menemui Mei untuk berpamitan.
Nampak wajah Borno seperti kurang semangat. Pak Tua
mencoba menerka-nerka, apakah satpam di rumah Mei galak semalam? Satpam yang
dimaksud Pak Tua adalah papanya Mei.
BAB. 17
KISAH CINTA BANG TOGAR
Bang Togar yang adalah ketua perkumpulan pengemudi
sepit mempunya masalah pelik dalam rumah tangganya. Bang Togar yang sangat
pencemburu tidak tahan manakala Unai sering dikunjungi teman-temannya. Unai
menjalankan pekerjaan tenun-menenun di rumahnya. Tidak tahan dengan sikap bang
Togar yang selalu marah-marah, Unia pindah ke rumah saudaranya. Lima tahun
keluarga bang Togar tidak jelas ujung pangkalnya. Akhirnya berkat mediasi yang
dilakukan kepada mertuanya Unai akhirnya bersedia rujuk kembali.
BAB. 18
TEMAN SEJATI
Borno yang sedang banyak pikiran, gelisah, dikerjai
oleh Andi. Andi berkata kalau Mei, si gadis yang telah menyebabkannya gelisah
sedang menunggunya di dermaga sepit, pontang-panting Borno menyusul ke dermaga
sepit, namun apa dikata, Andi hanya berbohong. “Nah itulah tips terhebatnya.
Andi justru membuktikan hanya teman terbaiklah yang nekat melakukan itu. Dia
percaya kau tidak akan benar-benar marah padanya,” nasehat Pak Tua.
BAB. 19
KEJUTAN! MEI KEMBALI
“Tunggu sebentar, Borno,” petugas timer dermaga
sepit berusaha menahan Borno, “Ada penumpang special kau hari ini,” lanjutnya.
Borno mengira orang yang ditunggu itu adalah bang
Togar, ternyata tidak. Mei berjalan gemulai menuju dermaga membuat jantung
Borno serasa berhenti berdetak. “Senang bertemu abang lagi,” sapa Mei.
BAB. 20
SEPOTONG COKLAT YANG TERTOLAK
Borno bercerita pada Andi masalah pertemuannya
dengan Mei yang hanya 15 menit saja satu hari, menunggu 23 jm 45 menit. Itu mudah saja kata Andi, coba kau
ajak dia jalan-jalan hari Minggunya. Ya sebagai permulaan, kasih dia hadaih
coklat, kata Andi. Namun hadiah coklat sesuai saran Andi ditolak Mei dengan
alasan dia harus sebagai teladan pada anak didiknya. Borno terdiam, lalu Mei
menanyakan apakah besok Minggu Borno libur, Mei ingin diajak oleh Borno
keliling kota Pontianak dengan naik sepit. Ah cinta selalu misterius. Jangan
diburu-buru atau kau akan merusak jalan ceritanya sendiri, petuah Pak Tua.
BAB. 21
JANJI YANG TIDAK DIEPATI
Ini sudah setengah sepuluh, sudah ratusan kali mata
Borno melirik ke gerbang dermaga, sudah ratusan kali pula Borno mendesah.
Kenapa Mei belum datang? Bukankah dia selalu tepat waktu? Borno mengeluh ,
matahari semakin terik. Tidak ada, Mei tetap tidak ada. Akhirnya Borno pulang.
BAB. 22
DOKTER SARAH DAN KENANGAN LAMA
Adalah dokter Sarah, yang memeriksa gigi Andi. Pak
Tua dan Borno membawa Andi berobat karena giginya sakit. Ternyata dokter Sarah
adalah anak dari orang yang mendapat donor jantung dari bapaknya Borno sepuluh
tahun silam.
BAB. 23
HADIAH BUKU SELALU SPESIAL
Ada kejutan besar di rumah Borno. Keluarga dokter
Sarah datang berkunjung dari Surabaya. Keluarga dokter Sarah sudah sangat lama
mencari tahu keberadaan keluarga orang baik hati yang menjadi donor jantung
kepada ayahnya itu.
Saat berada di kamar Borno, dokter Sarah melihat
deretan buku-buku di dalam kamar Borno. Kamar Borno seolah jadi perpustakaan.
Satu buku paling menarik ditanyakan dokter Sarah pada Borno, yaitu buku hadiah
dari Mei.
BAB. 24
TEMPAT DUDUK KOSONG DI SEPIT
Ini sudah hari ketujuh. Borno masih memaksakan diri
antre di urutan tiga belas, tetap berharap Mei kembali naik sepit. Namun tetap
saja tempat duduk yang dikhususkan untuk Mei itu kosong.
Borno menjual sepit “BORNEO” nya, karena Borno akan
berkongsi dengan bapaknya Andi untuk membeli sebuah bengkel di perempatan jalan
kota.
BAB. 25
BERBAIKAN
Mei datang ke rumah Pak Tua, bertanya perihal kenapa
Borno menjual sepit. Saat Mei beranjak pulang tidak sadar buku PR anak muridnya
tertinggal. Borno mengejar Mei dengan membawakan buku Mei yang tertinggal.
Mereka bertemu di perempatan lampu merah. Jadilah Borno mengantarkan Mei
pulang. Ternyata galau sepuluh hari terakhir itu terhapus dengan pertemuan yang
hanya setengah jam itu.
Namun kabar buruk juga datang dari bengkel. Ternyata
bengkel yang dibeli tersebut dijual oleh pemilik yang palsu. Seluruh peralatan
bengkel modern itu diangkut oleh pemilik bengkel yang sah. Polisi terlihat
berjaga-jaga di sana. Dunia belum kiamat Andi, suatu saat namamu dan namaku
akan terkenal di bengkel seantero kota, kata Borno menguatkan Andi.
BAB. 26
BANGKIT KEMBALI DAENG
Karena kejadian kena tipu itu, bapak Andi jadi lebih
sering duduk bengong di kantor bengkel. Terkadang dia tidak menyahut jika
sedang ditegur. Namun sebulan terakhir bengkel banyak mengalami kemajuan
berarti. Walaupun bengkel tidak memiliki peralatan canggih, namun bengkel
BORNEO masih memiliki montir handal, itulah kunci sukses bengkel.
Siang itu Borno dikejutkan oleh kedatangan Mei di
bengkel. Mei datang sambil membawakan makanan. Sungguh senang hati Borno.
BAB. 27
JAKET DAN STIKER
Borno dan Mei janjian akan plesiran kota Pontianak,
dan jalan-jalan kali ini sukses, tidak seperti waktu janjian plesiran dulu yang
gagal total. Bukan main senangnya hati Borno dan Mei.
Namun saat Borno mengantar Mei pulang, ada papanya
Mei yang meminta Borno supaya meninggalkan anaknya, jangan pernah menemui Mei
lagi, kata orang tua itu. Borno terdiam. Ini kali kedua Borno bertemu dengan
satpam galak itu.
BAB. 28
BERHENTILAH MENEMUIKU
Siang itu Mei datang ke bengkel. alangkah senangnya
hati Borno. Namun kedatangan Mei hanyalah untuk mengatakan agar Borno jangan
menemuinya lagi. Dalam hati Borno tidak terima, kenapa..kenapa begitu Mei?
BAB. 29
TETAPI KENAPA?
Tidak mengerti mengapa Mei memintanya untuk tidak
menemuinya,Borno menyusul Mei, ke sekolah tempat Mei mengajar juga ke rumah
Mei. Berjam-jam Borno menunggu. Namun Mei tidak mau ditemui. Mei hanya
menitipkan selembar kertas pada bibi yang bertuliskan, “Maafkan aku abang,
seharusnya aku tidak pernah bertemu abang.”
BAB. 30
PESTA PERNIKAHAN
Hari ini dalah pesta pernikahan kakaknya Sarah.
Sarah telah mempersiapkan baju-baju yang bagus kepada Borno dan keluarganya,
agar nantinya mereka tidak canggung berada dalam pesta pernikahan yang diadakan
di hotel berbintang itu.
Alangkah terkejutnya Borno, ternyata Mei juga datang
ke pesta pernikahan itu bersama papanya. Namun tidak banyak yang bisa Borno
lakukan. Bahkan untuk mengetahui jawaban kenapa Mei menghindarinya pun Borno
tidak sempat bertanya.
BAB. 39
BERASUMSI DENGAN PERASAAN
“Apakah kau pernah menanyakan kalau Mei menyukai
kau?” Tanya pak Tua saat Borno curhat padanya.
“Belum pernah Pak Tua.”
“Apakah Mei tahu kau menyukainya?” Tanya Pak Tua
lagi.
“Entahlah Pak Tua.” Sahut Borno.
“Kalau memang Mei cinta sejati kau, mau
semenyakitkan apapun, dia tetap akan bersama kau kelak. Langit sudah punya
scenario terbaik. Lanjutkan hidup dengan perasaan riang. Boleh jadi jika dia
tidak sanggup lagi menghindari kau, dia akan pergi. Tapi itu hanya asumsiku
Borno,” Pak Tua menjelaskan.
BAB. 32
LOMBA BALAB SEPIT
Pada acara tujuh belas agustusan kali ini, Borno
ikut memeriahkan lomba balap sepit yang berhadiah tropi bapak walikota. Bang
Togar yang juara tahun lalu begitu menantangnya. Dan Sarah sang dokter gigi itu
pun juga ikut lomba.
BAB. 33
PESAN SECARIK KERTAS
Begitulah setiap harinya, Borno selalu menyempatkan
diri mengunjungi rumah Mei, berharap Mei mau menemuinya. Tetap saja Mei tidak
muncul. Setiap kali Borno datang dan Mei tidak mau menemuinya, Borno selalu menitipkan
pesan melalui secarik kertas kepada bibi, berharap Mei mau membalas pesannya.
BAB. 34
MEI MEMUTUSKAN PERGI
Tersengal-sengal bibi menemui Borno dengan
menyerahkan secarik kertas. Mei hendak pergi ke Surabaya, sudah sejam yang lalu
dia berangkat. Mai hanya menuliskan sebaris kalimat, “Abang aku pergi ke
Surabaya, aku minta maaf.”
Borno segera mengejar ke bandara, tak peduli petugas
timer yang meneriaki Borno mengatakan kalau pertandingan sudah akan dimulai.
Mei lebih penting dari lomba itu. Lima belas menit Borno telah sampai di
bandara. Borno berusaha menerobos petugas. Namun beberapa petugas tetap
mencegatnya sampai akhirnya Borno dibawa ke ruang keamanan bandara. Tiba-tiba
Mei muncul. Ternyata Mei sampai menunda keberangkatannya karena tadi Mei juga
sempat mendengar teriakan Borno yang memanggil namanya di seantero bandara.
“Sebentar lagi saya akan berangkat abang, aku hanya
menunda keberangkatan pesawat tadi untuk memastikan abang Borno tidak apa-apa,
selamat tinggal abang.”
Mei tetap berangkat.
BAB. 35
HAMPIR ENAM BULAN MEI PERGI
Enam bulan ini Sarah banyak bercerita tentang masa
kecilnya dengan Mei. Borno sampai hafal detail cerita mereka. Sarah bukanlah
kesempatan baru bagi Borno, Meilah satu-satunya kesempatan yang pernah dia
miliki, dan itu tidak akan terganti dengan siapapun.
Akhirnya Sarahlah yang memenangkan pertandingan
sepit itu. Serta-merta Sarah melompat ke sepitnya Pak Tua yang ditinggalkan
Borno dan berhasil memenangkan pertandingan itu.
BAB. 36
HAMPIR SETAHUN MEI PERGI
Sudah hampir sebelas bulan Mei tidak ada kabarnya.
Borno hanya memiliki sebuah harapan kelak Mei akan memberikan penjelasan akan
hubungan ini. Borno masih tetap menjadi pemuda berhati paling lurus sepanjang
Kapuas dan tetap menjaga bengkel dengan baik. Borno juga akan mendaftar bulan
depan di Universitas Pontianak untuk kelas ekstension jurusan teknik mesin.
Semua itu Borno lakukan demi pesan Mei yang berkata agar Borno tetap semangat
sampai akhirnya nanti kejelasan itu datang.
BAB. 37
KAU, AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH
Pasti ada kabar buruk. Bibi menemui Borno sampai ke
loket sepulang mereka jalan-jalan de Kuching. Bibi mengatakan kalau nona Mei
sakit. Bibi juga bertanya apakah Borno sudah membaca surat yang dia temukan
dalam angpau merah saat pertama kali mereka bertemu di sepit?
Borno bergegas membongkar lemari pakaian tempat dia
menaruh angpau merah tersebut. Membuka angpau itu dan membaca isinya. Ternyata
dalam surat Mei, dia menceritakan jika ibunyalah yang melakukan operasi bedah
jantung bapak Borno dulu. Ibunya sangat menyesal dan mengalami depresi berat
sejak itu. Dan sakit itulah yang perlahan-lahan menyebabkan ibunya meninggal.
Mei sungguh-sungguh ingin minta maaf kepada keluarga Borno dari almarhum ibunya
yang tidak sempat meminta maaf. Itulah mengapa Mei memutuskan agar mereka tidak
pernah bertemu lagi. Mei tidak ingin melukai hati Borno setelah semua kesalahan
yang telah dilakukan oleh ibu Mei.
Borno gemetar, tidak menduga isi surat itu akan
seperti itu. Malam itu Borno tidak bisa memicingkan mata walau sedetik.
EPILOG
“Aku berjanji, akan selalu mencintai kau, Mei.
Bahkan walau anku telah membaca surat dalam angpau merah itu, tahu masa lalu
yang menyakitkan, itu tidak akan mengubah apapun. Aku akan selalu mencintai
kau, Mei”
Mei menangis bahagia mendengar kalimat itu.
Sejak hari itu tidak ada lagi sendu nan misterius di
wajahnya. Dia sama riangnya dengan seluruh gadis Pontianak, tempat dia kembali
mengajar.
SELESAI